Isu Iuran BPJS Naik 2026, DPRD DKI: Jangan Hanya Bebani, Tapi Perbaiki!

Bang Kent kritik keras rencana naiknya iuran BPJS
Sumber :
  • instagram @kennethhardiyanto

Viva, Banyumas - Rencana pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan pada tahun 2026 mulai menuai sorotan tajam. Salah satunya datang dari Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi PDI Perjuangan, Hardiyanto Kenneth, yang akrab disapa Bang Kent. Ia menilai kebijakan tersebut berpotensi menambah beban hidup masyarakat, terutama bagi kalangan ekonomi menengah ke bawah.

Menurut Bang Kent, masyarakat peserta BPJS mandiri adalah kelompok yang paling terdampak. Terutama bagi mereka yang bekerja di sektor informal atau keluarga berpenghasilan pas-pasan.

“Kami memahami tantangan pembiayaan BPJS Kesehatan, tetapi jangan sampai masyarakat menjadi korban,” ujar Kent dilansir dari Viva.

Ia menegaskan, apabila iuran benar-benar dinaikkan, maka layanan dan fasilitas kesehatan juga harus ikut meningkat. Jangan sampai kebijakan kenaikan iuran hanya menjadi angka tambahan tanpa diikuti peningkatan kualitas.

"Kalau masyarakat disuruh bayar lebih, maka harus ada perbaikan nyata. Jangan hanya beban, tapi layanan tetap seadanya,” tegasnya.

Lebih lanjut, Bang Kent mengingatkan bahwa kenaikan iuran dapat memicu gelombang tunggakan dari peserta mandiri. Bahkan, banyak yang berisiko keluar dari kepesertaan aktif karena tidak sanggup membayar. Kondisi ini dinilai justru akan memperburuk rasio iuran terhadap klaim yang selama ini jadi tantangan BPJS Kesehatan.

Tak hanya itu, ia juga mendesak agar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersikap proaktif dalam menghadapi isu ini.

Menurutnya, DKI Jakarta memiliki jumlah peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang sangat besar, termasuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) dari pusat maupun daerah.

“Pemprov DKI tidak boleh tinggal diam. Harus berani mengusulkan skema yang lebih adil dan berpihak pada masyarakat,” jelasnya.

Ia juga menegaskan bahwa peserta yang sudah tertib membayar iuran jangan sampai justru menjadi pihak yang dirugikan. Bang Kent turut menyoroti pentingnya transparansi pengelolaan keuangan BPJS Kesehatan.

Masyarakat, menurutnya, berhak tahu ke mana dana iuran mereka digunakan. Ia mendorong digelarnya forum dengar pendapat antara DPRD DKI Jakarta, BPJS Kesehatan, Kementerian Kesehatan, dan berbagai pemangku kepentingan terkait.

Selain soal iuran, Bang Kent juga mengkritik minimnya sosialisasi soal layanan BPJS kepada masyarakat. Banyak warga yang kecewa karena merasa ditolak oleh rumah sakit, padahal penyakitnya memang tidak termasuk dalam daftar tanggungan BPJS.

“BPJS Kesehatan dan Pemprov DKI harus menyampaikan informasi ini secara luas, termasuk lewat RT/RW, media sosial, dan rumah ibadah,” pungkasnya.

Ia menegaskan bahwa kenaikan iuran tidak boleh semata jadi keputusan fiskal, melainkan harus berbasis pada keadilan sosial

Viva, Banyumas - Rencana pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan pada tahun 2026 mulai menuai sorotan tajam. Salah satunya datang dari Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi PDI Perjuangan, Hardiyanto Kenneth, yang akrab disapa Bang Kent. Ia menilai kebijakan tersebut berpotensi menambah beban hidup masyarakat, terutama bagi kalangan ekonomi menengah ke bawah.

Menurut Bang Kent, masyarakat peserta BPJS mandiri adalah kelompok yang paling terdampak. Terutama bagi mereka yang bekerja di sektor informal atau keluarga berpenghasilan pas-pasan.

“Kami memahami tantangan pembiayaan BPJS Kesehatan, tetapi jangan sampai masyarakat menjadi korban,” ujar Kent dilansir dari Viva.

Ia menegaskan, apabila iuran benar-benar dinaikkan, maka layanan dan fasilitas kesehatan juga harus ikut meningkat. Jangan sampai kebijakan kenaikan iuran hanya menjadi angka tambahan tanpa diikuti peningkatan kualitas.

"Kalau masyarakat disuruh bayar lebih, maka harus ada perbaikan nyata. Jangan hanya beban, tapi layanan tetap seadanya,” tegasnya.

Lebih lanjut, Bang Kent mengingatkan bahwa kenaikan iuran dapat memicu gelombang tunggakan dari peserta mandiri. Bahkan, banyak yang berisiko keluar dari kepesertaan aktif karena tidak sanggup membayar. Kondisi ini dinilai justru akan memperburuk rasio iuran terhadap klaim yang selama ini jadi tantangan BPJS Kesehatan.

Tak hanya itu, ia juga mendesak agar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersikap proaktif dalam menghadapi isu ini.

Menurutnya, DKI Jakarta memiliki jumlah peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang sangat besar, termasuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) dari pusat maupun daerah.

“Pemprov DKI tidak boleh tinggal diam. Harus berani mengusulkan skema yang lebih adil dan berpihak pada masyarakat,” jelasnya.

Ia juga menegaskan bahwa peserta yang sudah tertib membayar iuran jangan sampai justru menjadi pihak yang dirugikan. Bang Kent turut menyoroti pentingnya transparansi pengelolaan keuangan BPJS Kesehatan.

Masyarakat, menurutnya, berhak tahu ke mana dana iuran mereka digunakan. Ia mendorong digelarnya forum dengar pendapat antara DPRD DKI Jakarta, BPJS Kesehatan, Kementerian Kesehatan, dan berbagai pemangku kepentingan terkait.

Selain soal iuran, Bang Kent juga mengkritik minimnya sosialisasi soal layanan BPJS kepada masyarakat. Banyak warga yang kecewa karena merasa ditolak oleh rumah sakit, padahal penyakitnya memang tidak termasuk dalam daftar tanggungan BPJS.

“BPJS Kesehatan dan Pemprov DKI harus menyampaikan informasi ini secara luas, termasuk lewat RT/RW, media sosial, dan rumah ibadah,” pungkasnya.

Ia menegaskan bahwa kenaikan iuran tidak boleh semata jadi keputusan fiskal, melainkan harus berbasis pada keadilan sosial