Anggaran Jabar Rp31 Triliun Tak Cukup? Ini Deretan Utang yang Dihitung Dedi Mulyadi
- instagram @dedimulyadi71
Viva, Banyumas - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, buka suara terkait rendahnya realisasi belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jawa Barat tahun 2025 yang hanya mencapai 38,79 persen atau 31 Triliun. Capaian ini menempatkan Jawa Barat di posisi ketiga nasional, di bawah DI Yogyakarta (41,92 persen) dan Nusa Tenggara Barat (38,99 persen).
Dalam video yang diunggah melalui akun Instagram pribadinya pada Kamis, 10 Juli 2025, Dedi Mulyadi memaparkan bahwa dari total anggaran yang ditetapkan sebesar Rp37 triliun, hanya Rp31 triliun yang bisa dikelola langsung oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Sisanya, sebesar Rp6 triliun, dialokasikan sebagai dana bagi hasil pajak kendaraan bermotor untuk kabupaten dan kota di wilayah tersebut.
Namun, dari angka Rp31 triliun tersebut, Dedi Mulyadi menegaskan bahwa tidak seluruhnya bisa digunakan untuk membiayai program prioritas. Hal ini karena Pemprov Jabar masih terbebani sejumlah kewajiban dan utang yang harus segera dibayarkan. Salah satu yang paling signifikan adalah utang Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp600 miliar yang harus dilunasi pada tahun berjalan.
Selain utang PEN, Dedi juga menyebut adanya tunggakan iuran BPJS senilai Rp334 miliar, biaya operasional Bandara Kertajati sekitar Rp60 miliar, serta operasional Masjid Raya Al-Jabbar yang menyedot anggaran hingga Rp40 miliar.
Tak hanya itu, Pemprov juga harus menyelesaikan tunggakan ijazah siswa melalui skema Bantuan Pendidikan Menengah Universal (BPMU) dengan total mencapai Rp1,2 triliun.
“Hampir Rp600 miliar sudah kami gunakan untuk menebus ijazah siswa yang tertahan,” ungkap Dedi dalam video diakun Instagramnya tersebut. Ia menegaskan bahwa langkah itu merupakan wujud tanggung jawab pemerintah terhadap generasi muda Jawa Barat.
Dengan segala beban keuangan tersebut, Dedi mengakui bahwa pihaknya harus menerapkan efisiensi ketat dalam pengelolaan anggaran. Meski demikian, ia memastikan bahwa pelayanan publik tidak akan dikorbankan.