Festival Gunung Slamet 2025 Purbalingga: Ritual Air Suci dan Rebutan Gunungan Meriahkan Lereng Slamet
- Pemkab Purbalingga
Viva, Banyumas - Festival Gunung Slamet (FGS) ke-8 kembali digelar dengan meriah di Desa Serang, Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga. Memasuki hari kedua pada Sabtu, 5 Juli 2025, ribuan pengunjung memadati kawasan lereng Gunung Slamet untuk menyaksikan rangkaian acara budaya, mulai dari prosesi pengambilan air suci hingga tradisi rebutan gunungan hasil bumi.
Salah satu agenda utama FGS tahun ini adalah ritual pengambilan air dari Tuk Sikopyah, sebuah mata air yang dipercaya menjadi sumber berkah dan kehidupan bagi masyarakat sekitar.
Tradisi turun-temurun ini diikuti oleh 140 peserta yang berjalan kaki sekitar satu kilometer menuju lokasi mata air dengan membawa lodong, wadah air khas berbahan bambu. Sebelum berangkat, para peserta berkumpul di balai desa untuk mengikuti doa bersama yang dipimpin oleh tokoh adat.
Suasana khidmat semakin terasa ketika rombongan tiba di Tuk Sikopyah. Prosesi dilanjutkan dengan pembacaan doa oleh sesepuh desa sebelum air dimasukkan ke dalam lodong secara simbolis.
Bagi masyarakat Desa Serang, ritual ini menjadi wujud rasa syukur atas limpahan air yang menopang kehidupan sehari-hari. Kepala Desa Serang, Sugito, menjelaskan bahwa tradisi pengambilan air Tuk Sikopyah tidak hanya sebagai acara seremonial, tetapi juga bentuk edukasi bagi generasi muda agar selalu menjaga kelestarian alam.
“Air ini bukan hanya simbol kesucian, tetapi juga pengingat kita untuk merawat alam Gunung Slamet,” ujar Sugito dilansir dari laman Pemkab Purbalingga.
Setelah prosesi selesai, peserta membawa air suci tersebut dalam kirab menuju Objek Wisata D’las Serang. Rombongan disambut antusias ribuan pengunjung yang sudah berkumpul untuk mengikuti acara puncak, yaitu rebutan gunungan hasil bumi.
Gunungan yang terbuat dari sayur-mayur, buah, dan hasil panen warga menjadi simbol berkah dan harapan akan kesejahteraan. Tradisi rebutan gunungan selalu menjadi daya tarik utama Festival Gunung Slamet.
Masyarakat percaya, siapa pun yang berhasil mendapatkan bagian dari gunungan akan memperoleh keberkahan sepanjang tahun. Tak hanya warga lokal, wisatawan dari berbagai daerah pun ikut meramaikan acara dan berebut mengambil sayur serta buah dari gunungan raksasa.
Festival Gunung Slamet 2025 bukan sekadar ajang budaya, tetapi juga momentum promosi pariwisata Purbalingga. Acara ini memadukan nilai-nilai kearifan lokal dengan kampanye pelestarian lingkungan di kawasan Gunung Slamet.
Pemerintah daerah berharap festival ini terus berlanjut dan menjadi inspirasi bagi desa-desa lain dalam mengangkat potensi budaya serta pariwisata daerah.
Dengan semangat kebersamaan, Festival Gunung Slamet tahun ini menegaskan komitmen masyarakat Desa Serang untuk menjaga warisan leluhur sekaligus mengajak generasi muda mencintai alam dan tradisi
Viva, Banyumas - Festival Gunung Slamet (FGS) ke-8 kembali digelar dengan meriah di Desa Serang, Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga. Memasuki hari kedua pada Sabtu, 5 Juli 2025, ribuan pengunjung memadati kawasan lereng Gunung Slamet untuk menyaksikan rangkaian acara budaya, mulai dari prosesi pengambilan air suci hingga tradisi rebutan gunungan hasil bumi.
Salah satu agenda utama FGS tahun ini adalah ritual pengambilan air dari Tuk Sikopyah, sebuah mata air yang dipercaya menjadi sumber berkah dan kehidupan bagi masyarakat sekitar.
Tradisi turun-temurun ini diikuti oleh 140 peserta yang berjalan kaki sekitar satu kilometer menuju lokasi mata air dengan membawa lodong, wadah air khas berbahan bambu. Sebelum berangkat, para peserta berkumpul di balai desa untuk mengikuti doa bersama yang dipimpin oleh tokoh adat.
Suasana khidmat semakin terasa ketika rombongan tiba di Tuk Sikopyah. Prosesi dilanjutkan dengan pembacaan doa oleh sesepuh desa sebelum air dimasukkan ke dalam lodong secara simbolis.
Bagi masyarakat Desa Serang, ritual ini menjadi wujud rasa syukur atas limpahan air yang menopang kehidupan sehari-hari. Kepala Desa Serang, Sugito, menjelaskan bahwa tradisi pengambilan air Tuk Sikopyah tidak hanya sebagai acara seremonial, tetapi juga bentuk edukasi bagi generasi muda agar selalu menjaga kelestarian alam.
“Air ini bukan hanya simbol kesucian, tetapi juga pengingat kita untuk merawat alam Gunung Slamet,” ujar Sugito dilansir dari laman Pemkab Purbalingga.
Setelah prosesi selesai, peserta membawa air suci tersebut dalam kirab menuju Objek Wisata D’las Serang. Rombongan disambut antusias ribuan pengunjung yang sudah berkumpul untuk mengikuti acara puncak, yaitu rebutan gunungan hasil bumi.
Gunungan yang terbuat dari sayur-mayur, buah, dan hasil panen warga menjadi simbol berkah dan harapan akan kesejahteraan. Tradisi rebutan gunungan selalu menjadi daya tarik utama Festival Gunung Slamet.
Masyarakat percaya, siapa pun yang berhasil mendapatkan bagian dari gunungan akan memperoleh keberkahan sepanjang tahun. Tak hanya warga lokal, wisatawan dari berbagai daerah pun ikut meramaikan acara dan berebut mengambil sayur serta buah dari gunungan raksasa.
Festival Gunung Slamet 2025 bukan sekadar ajang budaya, tetapi juga momentum promosi pariwisata Purbalingga. Acara ini memadukan nilai-nilai kearifan lokal dengan kampanye pelestarian lingkungan di kawasan Gunung Slamet.
Pemerintah daerah berharap festival ini terus berlanjut dan menjadi inspirasi bagi desa-desa lain dalam mengangkat potensi budaya serta pariwisata daerah.
Dengan semangat kebersamaan, Festival Gunung Slamet tahun ini menegaskan komitmen masyarakat Desa Serang untuk menjaga warisan leluhur sekaligus mengajak generasi muda mencintai alam dan tradisi