Justice for Fikri! Dugaan Bullying Siswa ABK di Cilacap Hingga Depresi Berat dan Meninggal Masih Misterius

Kasus meninggalnya Fikri siswa ABK masih misteri
Sumber :
  • pexel @Juan Pablo Serrano

Viva, Banyumas - Kasus meninggalnya Faiza Fiqri Nurohman, siswa berkebutuhan khusus (ABK) kelas 5 MI di wilayah Cilacap, Jawa Tengah, tengah menjadi perhatian publik. Bocah yang akrab disapa Fikri ini diduga menjadi korban perundungan (bullying) saat mengikuti kegiatan sekolah, hingga akhirnya mengalami depresi berat dan meninggal dunia.

Peristiwa memilukan itu terjadi pada 18 Juni 2025. Berdasarkan kronologi yang dikutip dari akun Facebook @davalestary, Fikri sempat mengikuti kegiatan keagamaan di luar kelas bersama teman-temannya. Namun usai kegiatan, Fikri tampak murung dan tidak seperti biasanya.

Ia bahkan mengaku sakit kepada guru. Dikutip dari akun Instagram @cilacap_info.id, Keesokan harinya, Fikri kembali mengeluh sakit dan tidak masuk sekolah. Kondisinya terus menurun hingga akhirnya pada 28 Juni 2025 ia dibawa ke RS Aghisna Medika Kroya.

Dua hari kemudian, Fikri dinyatakan meninggal dunia. Dari hasil diagnosa, ia mengalami depresi berat, gangguan kecemasan, dan masalah jantung. Yang membuat kasus ini ramai diperbincangkan adalah beredarnya video di media sosial yang memperlihatkan detik-detik diduga aksi bullying yang dialami Fikri yang diunggah di akun FB @davalestary.

Dalam video tersebut tampak sekelompok anak mengguncang pohon tempat Fikri berada, sementara Fikri terlihat ketakutan dan menangis. Sayangnya, hingga kini belum ada penetapan pelaku.

Pihak sekolah hanya menggelar musyawarah bersama komite sekolah, kepala desa, guru, yayasan, dan perwakilan murid, lalu memberikan santunan sebesar Rp10 juta kepada keluarga korban.

Langkah tersebut memicu reaksi publik yang menilai bahwa dugaan kekerasan terhadap Fikri tidak ditangani secara serius. Banyak pihak menuntut investigasi lebih lanjut dan meminta agar kasus ini tidak selesai hanya dengan santunan. Dinas Pendidikan Cilacap pun mulai ikut turun tangan dengan melakukan klarifikasi ke pihak sekolah.

Mereka juga menyatakan akan memantau lebih lanjut perkembangan kasus, terutama jika terbukti ada unsur kekerasan dari teman sekelas korban. Masyarakat menaruh simpati mendalam terhadap keluarga Fikri dan berharap proses hukum berjalan transparan.

Tagar JusticeForFikri pun mulai bergema di media sosial sebagai bentuk dukungan terhadap keadilan bagi siswa ABK tersebut.

Kematian Fikri menjadi pengingat keras bahwa perundungan di sekolah bisa berdampak fatal, terlebih bagi anak dengan kebutuhan khusus. Lingkungan sekolah diharapkan menjadi tempat aman, bukan tempat ketakutan

Viva, Banyumas - Kasus meninggalnya Faiza Fiqri Nurohman, siswa berkebutuhan khusus (ABK) kelas 5 MI di wilayah Cilacap, Jawa Tengah, tengah menjadi perhatian publik. Bocah yang akrab disapa Fikri ini diduga menjadi korban perundungan (bullying) saat mengikuti kegiatan sekolah, hingga akhirnya mengalami depresi berat dan meninggal dunia.

Peristiwa memilukan itu terjadi pada 18 Juni 2025. Berdasarkan kronologi yang dikutip dari akun Facebook @davalestary, Fikri sempat mengikuti kegiatan keagamaan di luar kelas bersama teman-temannya. Namun usai kegiatan, Fikri tampak murung dan tidak seperti biasanya.

Ia bahkan mengaku sakit kepada guru. Dikutip dari akun Instagram @cilacap_info.id, Keesokan harinya, Fikri kembali mengeluh sakit dan tidak masuk sekolah. Kondisinya terus menurun hingga akhirnya pada 28 Juni 2025 ia dibawa ke RS Aghisna Medika Kroya.

Dua hari kemudian, Fikri dinyatakan meninggal dunia. Dari hasil diagnosa, ia mengalami depresi berat, gangguan kecemasan, dan masalah jantung. Yang membuat kasus ini ramai diperbincangkan adalah beredarnya video di media sosial yang memperlihatkan detik-detik diduga aksi bullying yang dialami Fikri yang diunggah di akun FB @davalestary.

Dalam video tersebut tampak sekelompok anak mengguncang pohon tempat Fikri berada, sementara Fikri terlihat ketakutan dan menangis. Sayangnya, hingga kini belum ada penetapan pelaku.

Pihak sekolah hanya menggelar musyawarah bersama komite sekolah, kepala desa, guru, yayasan, dan perwakilan murid, lalu memberikan santunan sebesar Rp10 juta kepada keluarga korban.

Langkah tersebut memicu reaksi publik yang menilai bahwa dugaan kekerasan terhadap Fikri tidak ditangani secara serius. Banyak pihak menuntut investigasi lebih lanjut dan meminta agar kasus ini tidak selesai hanya dengan santunan. Dinas Pendidikan Cilacap pun mulai ikut turun tangan dengan melakukan klarifikasi ke pihak sekolah.

Mereka juga menyatakan akan memantau lebih lanjut perkembangan kasus, terutama jika terbukti ada unsur kekerasan dari teman sekelas korban. Masyarakat menaruh simpati mendalam terhadap keluarga Fikri dan berharap proses hukum berjalan transparan.

Tagar JusticeForFikri pun mulai bergema di media sosial sebagai bentuk dukungan terhadap keadilan bagi siswa ABK tersebut.

Kematian Fikri menjadi pengingat keras bahwa perundungan di sekolah bisa berdampak fatal, terlebih bagi anak dengan kebutuhan khusus. Lingkungan sekolah diharapkan menjadi tempat aman, bukan tempat ketakutan