Lahir di Weton Pahing Saat Bulan Suro? Mungkin Kamu Anak Terpilih untuk Menebus Dosa Leluhur dan Karma Keluarga!
- Ilustrasi - pixabay/Bergadder
VIVA, Banyumas – Pernahkah kamu merenung dalam kesunyian malam Bulan Suro ketika angin tak bersuara dan waktu seakan berhenti?
Dalam kepercayaan Jawa kuno, ada keyakinan bahwa tidak semua yang kita alami di dunia ini adalah milik kita semata. Ada warisan tak kasat mata yang menempel pada jiwa kita sejak lahir yakni warisan dosa leluhur.
Apalagi bila kamu lahir di Weton Pahing dan saat itu bersamaan dengan datangnya Bulan Suro, bulan paling sakral sekaligus paling mistis dalam kalender Jawa.
Pertanyaannya kini, benarkah mereka yang lahir di Weton Pahing punya tugas spiritual untuk menebus dosa-dosa masa lalu keluarganya?
Dilansir dari YouTube SEPUTAR WETON, Dalam perhitungan kalender Jawa, Weton Pahing sering dianggap sebagai salah satu weton dengan beban spiritual paling kuat. Ini bukan sekadar mitos turun-temurun, melainkan terhubung pada perhitungan angka neptu yang cukup tinggi, yaitu 9.
Neptu ini menunjukkan kekuatan energi dari hari pasaran Pahing, menjadikannya paling berisi dibandingkan dengan pasaran lain. Namun, di balik besarnya energi ini, tersembunyi tanggung jawab yang tak semua orang mampu memikul.
Orang yang lahir pada Weton Pahing kerap disebut sebagai mereka yang memiliki dunia batin yang dalam. Mereka intuitif, perasa, bahkan sering bisa membaca suasana tanpa banyak bicara.
Dalam budaya Kejawen, ini disebut sebagai anak indigo alami. Bukan karena mereka bisa melihat makhluk halus, tapi karena memiliki ikatan kuat dengan alam bawah sadar.
Dalam sebuah keluarga Jawa tradisional, anak Pahing seringkali dianggap sebagai anak tumpuan, tempat bertumpunya harapan, namun juga tempat berlabuhnya beban keturunan.
Tugas Spiritual Anak Pahing di Bulan Suro
Mengapa demikian? Karena menurut kepercayaan Jawa kuno, anak yang lahir di Weton Pahing membawa jiwa penebus.
Mereka dipercaya sebagai anak yang ditakdirkan untuk menyerap, menanggung, bahkan menebus berbagai sukerta, kesialan, kutukan, atau karma dari leluhurnya.
Itulah sebabnya anak Pahing, khususnya yang lahir di Bulan Suro, sering dianggap bukan anak biasa.
Di permukaan, anak Pahing mungkin tampak ceria, cerdas, atau bahkan sangat berhasil dalam hidup.
Namun, seringkali mereka menyimpan luka batin yang dalam, entah dalam bentuk mimpi buruk yang terus berulang, kegagalan yang datang tanpa sebab, atau perasaan bersalah yang tak bisa dijelaskan, seolah ada beban yang mereka pikul sejak lahir meskipun mereka sendiri tidak tahu dari mana asalnya.
Bulan Suro: Gerbang Terbuka untuk Penebusan atau Petaka
Dalam tradisi Jawa, Bulan Suro bukan sekadar bulan pertama dalam penanggalan Jawa. Ia adalah bulan yang sakral, bulan yang penuh keheningan, dan bulan yang dijaga dengan laku prihatin.
Bulan Suro adalah waktu di mana alam menjadi lebih senyap, namun justru karena itulah suara-suara dari alam lain terdengar lebih jelas.
Dalam banyak cerita tutur leluhur, Suro diyakini sebagai saat di mana batas antara dunia nyata dan dunia gaib menjadi sangat tipis.
Bagi mereka yang lahir di Weton Pahing, Bulan Suro adalah momen yang sangat krusial. Mengapa?
Karena Suro dipercaya sebagai satu-satunya gerbang waktu yang memungkinkan proses penebusan berjalan sempurna: penebusan dari karma lama, dari dosa leluhur, dari sukerta yang menempel pada darah keturunan.
Anak Pahing yang hidup di Bulan Suro ibarat seseorang yang berjalan di atas jembatan sempit di antara dua tebing, tebing terang dan tebing kelam
Jika ia berjalan dengan benar, dengan mawas diri dan laku spiritual, maka ia bisa sampai di seberang, membawa keluarganya pada keselamatan batin.