Wajib Pakai Google Billing? Pengadilan Niaga Tolak Keberatan Google dan Jatuhkan Denda Rp202,5 Miliar
- pexel @asphotograpy
Viva, Banyumas - Pengadilan Niaga Jakarta Pusat secara tegas menolak keberatan Google terhadap sanksi yang sebelumnya dijatuhkan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Dalam persidangan terbuka yang digelar pada 19 Juni 2025, majelis hakim menilai bahwa Google LLC telah melanggar prinsip persaingan usaha sehat dengan mewajibkan developer aplikasi menggunakan Google Play Billing System.
Atas pelanggaran tersebut, Pengadilan Niaga menjatuhkan denda sebesar Rp202,5 miliar kepada raksasa teknologi asal Amerika Serikat itu. Putusan Pengadilan Niaga ini memperkuat hasil penyelidikan KPPU yang menyebutkan bahwa sistem pembayaran wajib dari Google membatasi pilihan developer dan pengguna.
Dalam keberatannya, Google mencoba membantah tudingan tersebut, namun majelis hakim menolak argumen keberatan Google dengan menyatakan bahwa bukti dan proses pemeriksaan yang dilakukan KPPU telah sesuai dengan ketentuan hukum.
Konsekuensinya, denda sebesar Rp202,5 miliar tetap dijatuhkan. Dengan keputusan tegas ini, Pengadilan Niaga kembali menegaskan otoritas KPPU dalam mengawasi praktik monopoli digital.
Keberatan Google yang sempat diajukan pada awal Februari 2025 akhirnya tidak membuahkan hasil.
Selain harus menerima denda Rp202,5 miliar, Google juga diwajibkan membuka akses lebih luas kepada developer melalui skema User Choice Billing, yang memungkinkan opsi pembayaran alternatif.
Putusan ini sekaligus menjadi sinyal kuat bahwa Indonesia tak mentolerir dominasi platform digital yang menghambat kompetisi.
Dilansir dari laman KPPU, Putusan ini memperkuat temuan KPPU dalam perkara No. 03/KPPU-I/2024, yang menyatakan bahwa Google LLC telah melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Dalam kasus ini, Google diketahui memaksa seluruh developer aplikasi di platform Google Play Store untuk menggunakan sistem pembayaran miliknya—Google Play Billing—dengan memungut biaya layanan sebesar 15% hingga 30%.
Tak hanya itu, Google juga menjatuhkan sanksi berupa penghapusan aplikasi jika developer tidak mematuhi aturan tersebut.
Praktik ini dinilai telah membatasi pilihan pengguna dan menghambat pengembangan teknologi pembayaran lainnya di ekosistem digital. KPPU pun menjatuhkan sanksi tegas berupa denda sebesar Rp202,5 miliar kepada raksasa teknologi asal Amerika Serikat tersebut.
Selain itu, Google diwajibkan untuk membuka akses ke program User Choice Billing (UCB) dengan memberikan insentif berupa potongan biaya layanan minimal 5% kepada developer aplikasi selama satu tahun penuh setelah putusan memiliki kekuatan hukum tetap.
Google sempat mencoba membatalkan putusan KPPU melalui keberatan yang diajukan ke Pengadilan Niaga tertanggal 7 Februari 2025.
Namun, pengadilan menolak seluruh argumen yang diajukan, menyatakan bahwa KPPU telah bertindak sesuai prosedur dan memiliki bukti yang kuat atas pelanggaran yang dilakukan.
Putusan ini menjadi tonggak penting dalam pengawasan regulasi ekonomi digital di Indonesia.
Para pelaku industri menyambut positif langkah ini karena memberikan ruang yang lebih adil bagi semua pengembang aplikasi, terutama yang berasal dari startup dan UMKM lokal
Viva, Banyumas - Pengadilan Niaga Jakarta Pusat secara tegas menolak keberatan Google terhadap sanksi yang sebelumnya dijatuhkan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Dalam persidangan terbuka yang digelar pada 19 Juni 2025, majelis hakim menilai bahwa Google LLC telah melanggar prinsip persaingan usaha sehat dengan mewajibkan developer aplikasi menggunakan Google Play Billing System.
Atas pelanggaran tersebut, Pengadilan Niaga menjatuhkan denda sebesar Rp202,5 miliar kepada raksasa teknologi asal Amerika Serikat itu. Putusan Pengadilan Niaga ini memperkuat hasil penyelidikan KPPU yang menyebutkan bahwa sistem pembayaran wajib dari Google membatasi pilihan developer dan pengguna.
Dalam keberatannya, Google mencoba membantah tudingan tersebut, namun majelis hakim menolak argumen keberatan Google dengan menyatakan bahwa bukti dan proses pemeriksaan yang dilakukan KPPU telah sesuai dengan ketentuan hukum.
Konsekuensinya, denda sebesar Rp202,5 miliar tetap dijatuhkan. Dengan keputusan tegas ini, Pengadilan Niaga kembali menegaskan otoritas KPPU dalam mengawasi praktik monopoli digital.
Keberatan Google yang sempat diajukan pada awal Februari 2025 akhirnya tidak membuahkan hasil.
Selain harus menerima denda Rp202,5 miliar, Google juga diwajibkan membuka akses lebih luas kepada developer melalui skema User Choice Billing, yang memungkinkan opsi pembayaran alternatif.
Putusan ini sekaligus menjadi sinyal kuat bahwa Indonesia tak mentolerir dominasi platform digital yang menghambat kompetisi.
Dilansir dari laman KPPU, Putusan ini memperkuat temuan KPPU dalam perkara No. 03/KPPU-I/2024, yang menyatakan bahwa Google LLC telah melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Dalam kasus ini, Google diketahui memaksa seluruh developer aplikasi di platform Google Play Store untuk menggunakan sistem pembayaran miliknya—Google Play Billing—dengan memungut biaya layanan sebesar 15% hingga 30%.
Tak hanya itu, Google juga menjatuhkan sanksi berupa penghapusan aplikasi jika developer tidak mematuhi aturan tersebut.
Praktik ini dinilai telah membatasi pilihan pengguna dan menghambat pengembangan teknologi pembayaran lainnya di ekosistem digital. KPPU pun menjatuhkan sanksi tegas berupa denda sebesar Rp202,5 miliar kepada raksasa teknologi asal Amerika Serikat tersebut.
Selain itu, Google diwajibkan untuk membuka akses ke program User Choice Billing (UCB) dengan memberikan insentif berupa potongan biaya layanan minimal 5% kepada developer aplikasi selama satu tahun penuh setelah putusan memiliki kekuatan hukum tetap.
Google sempat mencoba membatalkan putusan KPPU melalui keberatan yang diajukan ke Pengadilan Niaga tertanggal 7 Februari 2025.
Namun, pengadilan menolak seluruh argumen yang diajukan, menyatakan bahwa KPPU telah bertindak sesuai prosedur dan memiliki bukti yang kuat atas pelanggaran yang dilakukan.
Putusan ini menjadi tonggak penting dalam pengawasan regulasi ekonomi digital di Indonesia.
Para pelaku industri menyambut positif langkah ini karena memberikan ruang yang lebih adil bagi semua pengembang aplikasi, terutama yang berasal dari startup dan UMKM lokal