Banyak Dikritik, Menteri PKP Jelaskan Konsep Rumah Subsidi 18 Meter Persegi: Solusi atau Jalan Buntu?

Rencana rumah subsidi 18 meter picu pro dan kontra publik
Sumber :
  • Youtube Sekretariat Presiden

Viva, Banyumas - Pemerintah saat ini mengusulkan konsep rumah subsidi berukuran 18 meter persegi, yang langsung memicu perhatian masyarakat luas.

Gagasan ini disampaikan oleh Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Maruarar Sirait, sebagai solusi untuk kebutuhan tempat tinggal yang terjangkau, terutama di kota besar.

Upaya rumah subsidi yang berubah luasnya menjadi 18 meter persegi ini ditujukan untuk mengatasi keterbatasan lahan di perkotaan dengan menghadirkan alternatif hunian murah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Menurut Maruarar, usulan tersebut muncul dari masukan berbagai pihak, terutama para konsumen yang mendambakan hunian murah namun tetap strategis secara lokasi.

Ia menekankan bahwa rumah subsidi di kawasan perkotaan sulit diwujudkan dengan ukuran lama yang minimal 21 meter persegi, karena tingginya harga tanah.

Maka, desain 18 meter persegi dinilai realistis, khususnya bagi masyarakat muda dan keluarga kecil.

“Kalau rumah subsidi tetap berukuran besar, jelas tidak bisa kita bangun di Jakarta atau Bandung,” ujar Ara dalam keterangannya yang dilansir dari laman Viva pada 19 Juni 2025.

Sebagai solusinya, pemerintah berencana mendorong pembangunan rumah subsidi berukuran kecil di lokasi yang lebih dekat ke pusat kota.

Rumah mungil ini ditujukan untuk pekerja lajang atau keluarga dengan satu anak. Rencana ini tertuang dalam draft Keputusan Menteri PKP Nomor/KPTS/M/2025, yang mengatur ulang batasan luas lahan dan bangunan rumah subsidi.

Jika aturan ini resmi berlaku, maka rumah tapak subsidi di kota bisa dibangun dengan luas mulai dari 18 meter hingga 36 meter persegi.

Namun, perlu dicatat bahwa aturan lama tetap berlaku di perdesaan, di mana rumah subsidi bisa memiliki lahan seluas minimal 60 meter persegi.

Ara menyebut, proyek ini bukan hanya menghadirkan tempat tinggal murah, tapi juga menyerap tenaga kerja hingga 1,6 juta orang, karena satu unit rumah biasanya dibangun oleh lima orang pekerja.

Meski masih dalam bentuk wacana, banyak pihak berharap konsep ini tidak sekadar menjadi kontroversi, tetapi benar-benar menjawab kebutuhan hunian murah dan layak bagi masyarakat perkotaan Indonesia

Viva, Banyumas - Pemerintah saat ini mengusulkan konsep rumah subsidi berukuran 18 meter persegi, yang langsung memicu perhatian masyarakat luas.

Gagasan ini disampaikan oleh Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Maruarar Sirait, sebagai solusi untuk kebutuhan tempat tinggal yang terjangkau, terutama di kota besar.

Upaya rumah subsidi yang berubah luasnya menjadi 18 meter persegi ini ditujukan untuk mengatasi keterbatasan lahan di perkotaan dengan menghadirkan alternatif hunian murah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Menurut Maruarar, usulan tersebut muncul dari masukan berbagai pihak, terutama para konsumen yang mendambakan hunian murah namun tetap strategis secara lokasi.

Ia menekankan bahwa rumah subsidi di kawasan perkotaan sulit diwujudkan dengan ukuran lama yang minimal 21 meter persegi, karena tingginya harga tanah.

Maka, desain 18 meter persegi dinilai realistis, khususnya bagi masyarakat muda dan keluarga kecil.

“Kalau rumah subsidi tetap berukuran besar, jelas tidak bisa kita bangun di Jakarta atau Bandung,” ujar Ara dalam keterangannya yang dilansir dari laman Viva pada 19 Juni 2025.

Sebagai solusinya, pemerintah berencana mendorong pembangunan rumah subsidi berukuran kecil di lokasi yang lebih dekat ke pusat kota.

Rumah mungil ini ditujukan untuk pekerja lajang atau keluarga dengan satu anak. Rencana ini tertuang dalam draft Keputusan Menteri PKP Nomor/KPTS/M/2025, yang mengatur ulang batasan luas lahan dan bangunan rumah subsidi.

Jika aturan ini resmi berlaku, maka rumah tapak subsidi di kota bisa dibangun dengan luas mulai dari 18 meter hingga 36 meter persegi.

Namun, perlu dicatat bahwa aturan lama tetap berlaku di perdesaan, di mana rumah subsidi bisa memiliki lahan seluas minimal 60 meter persegi.

Ara menyebut, proyek ini bukan hanya menghadirkan tempat tinggal murah, tapi juga menyerap tenaga kerja hingga 1,6 juta orang, karena satu unit rumah biasanya dibangun oleh lima orang pekerja.

Meski masih dalam bentuk wacana, banyak pihak berharap konsep ini tidak sekadar menjadi kontroversi, tetapi benar-benar menjawab kebutuhan hunian murah dan layak bagi masyarakat perkotaan Indonesia