TPPO di Sragen: Polisi Ungkap Praktik Prostitusi Mengerikan di Balik Wisata Religi Gunung Kemukus
- instagram @polressragen
Viva, Banyumas - Tempat wisata religi Gunung Kemukus di Kecamatan Sumberlawang, Kabupaten Sragen, kembali menjadi perbincangan publik. Namun kali ini bukan karena aktivitas ziarahnya, melainkan karena Polisi berhasil ungkap kasus TPPO Sragen yang melibatkan praktik prostitusi mengerikan di balik wisata religi tersebut.
Kasus ini menimbulkan keprihatinan masyarakat karena terjadi di lokasi yang seharusnya menjadi tempat ibadah dan refleksi spiritual. Dalam operasi yang dilakukan Satreskrim Polres Sragen, Polisi menemukan indikasi kuat adanya praktik prostitusi mengerikan di balik wisata religi Gunung Kemukus.
Tersangka utama kasus TPPO Sragen, yakni seorang pria paruh baya bernama Parno, diduga menjalankan peran sebagai mucikari. Ia mengelola rumah milik warga yang digunakan sebagai tempat eksploitasi terhadap perempuan muda, bahkan satu korban masih berusia 17 tahun.
Kapolres Sragen menyatakan bahwa pengungkapan kasus TPPO Sragen ini dilakukan setelah tim Polisi melakukan penyelidikan undercover.
Mereka berhasil ungkap jaringan yang memfasilitasi praktik prostitusi mengerikan di balik wisata religi yang seharusnya dijaga kesuciannya.
Penindakan ini menjadi langkah awal pemberantasan perdagangan orang di kawasan Gunung Kemukus, yang ternyata masih menyimpan sisi kelam di balik aktivitas religiusnya.
Pengungkapan kasus ini dilakukan jajaran Satreskrim Polres Sragen pada Senin, 9 Juni 2025, setelah adanya laporan masyarakat soal dugaan prostitusi terselubung di kawasan tersebut. Tim kepolisian pun langsung bergerak cepat melakukan penyelidikan dengan metode undercover di sebuah rumah milik warga bernama Sanggrok yang dikelola oleh seorang pria berinisial Parno.
Kapolres Sragen, AKBP Petrus Parningotan Silalahi, mengonfirmasi bahwa dari hasil operasi tersebut, pihaknya menetapkan Parno (62), warga Kecamatan Sambungmacan, sebagai tersangka utama.
Pria yang diketahui merupakan pensiunan ini berperan sebagai mucikari yang mengatur dan menerima bayaran dari praktik prostitusi di rumah tersebut.
“Petugas berhasil mengamankan empat korban perempuan, tiga di antaranya masih sangat muda, bahkan satu korban berusia 17 tahun. Mereka berasal dari berbagai daerah, seperti Semarang, Grobogan, hingga Sragen,” ungkap AKBP Petrus dalam konferensi pers yang dilansir dari laman Instagram Polres Sragen pada 10 Juni 2025.
Dari lokasi, polisi juga menyita barang bukti berupa uang tunai pecahan Rp50.000 sebanyak 10 lembar serta alat kontrasepsi.
Praktik ini jelas memperlihatkan adanya eksploitasi perempuan, terutama mereka yang berada dalam kondisi rentan secara ekonomi dan sosial.
Atas perbuatannya, Parno dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO. Ancaman hukumannya sangat berat, yaitu penjara paling singkat 3 tahun dan maksimal 15 tahun serta denda maksimal Rp600 juta.
Polres Sragen memastikan akan terus mendalami kasus ini dan menelusuri kemungkinan adanya jaringan yang lebih besar di balik praktik ini.
Pemeriksaan terhadap para saksi, termasuk korban, terus dilakukan untuk menguatkan proses hukum.
“Kami tidak akan mentolerir eksploitasi terhadap perempuan dan anak, terlebih di kawasan yang seharusnya jadi tempat suci dan aman bagi masyarakat,” tegas Kapolres
Viva, Banyumas - Tempat wisata religi Gunung Kemukus di Kecamatan Sumberlawang, Kabupaten Sragen, kembali menjadi perbincangan publik. Namun kali ini bukan karena aktivitas ziarahnya, melainkan karena Polisi berhasil ungkap kasus TPPO Sragen yang melibatkan praktik prostitusi mengerikan di balik wisata religi tersebut.
Kasus ini menimbulkan keprihatinan masyarakat karena terjadi di lokasi yang seharusnya menjadi tempat ibadah dan refleksi spiritual. Dalam operasi yang dilakukan Satreskrim Polres Sragen, Polisi menemukan indikasi kuat adanya praktik prostitusi mengerikan di balik wisata religi Gunung Kemukus.
Tersangka utama kasus TPPO Sragen, yakni seorang pria paruh baya bernama Parno, diduga menjalankan peran sebagai mucikari. Ia mengelola rumah milik warga yang digunakan sebagai tempat eksploitasi terhadap perempuan muda, bahkan satu korban masih berusia 17 tahun.
Kapolres Sragen menyatakan bahwa pengungkapan kasus TPPO Sragen ini dilakukan setelah tim Polisi melakukan penyelidikan undercover.
Mereka berhasil ungkap jaringan yang memfasilitasi praktik prostitusi mengerikan di balik wisata religi yang seharusnya dijaga kesuciannya.
Penindakan ini menjadi langkah awal pemberantasan perdagangan orang di kawasan Gunung Kemukus, yang ternyata masih menyimpan sisi kelam di balik aktivitas religiusnya.
Pengungkapan kasus ini dilakukan jajaran Satreskrim Polres Sragen pada Senin, 9 Juni 2025, setelah adanya laporan masyarakat soal dugaan prostitusi terselubung di kawasan tersebut. Tim kepolisian pun langsung bergerak cepat melakukan penyelidikan dengan metode undercover di sebuah rumah milik warga bernama Sanggrok yang dikelola oleh seorang pria berinisial Parno.
Kapolres Sragen, AKBP Petrus Parningotan Silalahi, mengonfirmasi bahwa dari hasil operasi tersebut, pihaknya menetapkan Parno (62), warga Kecamatan Sambungmacan, sebagai tersangka utama.
Pria yang diketahui merupakan pensiunan ini berperan sebagai mucikari yang mengatur dan menerima bayaran dari praktik prostitusi di rumah tersebut.
“Petugas berhasil mengamankan empat korban perempuan, tiga di antaranya masih sangat muda, bahkan satu korban berusia 17 tahun. Mereka berasal dari berbagai daerah, seperti Semarang, Grobogan, hingga Sragen,” ungkap AKBP Petrus dalam konferensi pers yang dilansir dari laman Instagram Polres Sragen pada 10 Juni 2025.
Dari lokasi, polisi juga menyita barang bukti berupa uang tunai pecahan Rp50.000 sebanyak 10 lembar serta alat kontrasepsi.
Praktik ini jelas memperlihatkan adanya eksploitasi perempuan, terutama mereka yang berada dalam kondisi rentan secara ekonomi dan sosial.
Atas perbuatannya, Parno dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO. Ancaman hukumannya sangat berat, yaitu penjara paling singkat 3 tahun dan maksimal 15 tahun serta denda maksimal Rp600 juta.
Polres Sragen memastikan akan terus mendalami kasus ini dan menelusuri kemungkinan adanya jaringan yang lebih besar di balik praktik ini.
Pemeriksaan terhadap para saksi, termasuk korban, terus dilakukan untuk menguatkan proses hukum.
“Kami tidak akan mentolerir eksploitasi terhadap perempuan dan anak, terlebih di kawasan yang seharusnya jadi tempat suci dan aman bagi masyarakat,” tegas Kapolres