Kemarau Basah di Wonogiri? Hujan Masih Mungkin Turun Juni 2025, Ini Penjelasannya!
- pexel @josh-hild
Viva, Banyumas - Wilayah Wonogiri telah memasuki musim kemarau sejak akhir Mei dan awal Juni 2025, namun kondisi cuaca menunjukkan hal yang berbeda. Tahun ini, para ahli memprediksi akan terjadi kemarau basah, yaitu musim kemarau yang tetap diselingi oleh curah hujan. Fenomena ini cukup unik karena meski secara kalender sudah memasuki kemarau, hujan mungkin turun sewaktu-waktu dengan intensitas ringan hingga sedang.
Menurut Kepala Pelaksana BPBD Wonogiri, Fuad Wahyu Pratama, fenomena kemarau basah bukan hal baru, namun tetap perlu diwaspadai. Ia menyebut bahwa selama Juni 2025, potensi hujan mungkin turun masih cukup tinggi meski tak terjadi setiap hari. Kondisi ini membuat masyarakat perlu lebih siap menghadapi peralihan cuaca yang tak menentu meskipun secara umum musim kemarau telah dimulai.
Dengan adanya kemarau basah, BPBD Wonogiri kini tengah memantau dampak yang mungkin timbul, seperti angin kencang dan perubahan suhu ekstrem. Meski Juni 2025 sudah masuk musim kemarau, laporan dari lapangan menunjukkan bahwa hujan mungkin turun dan bahkan disertai angin yang cukup merusak.
Oleh karena itu, pemahaman tentang pola kemarau basah sangat penting agar masyarakat bisa lebih waspada dan tidak lengah terhadap potensi bencana iklim.
Fuad menjelaskan, kemarau basah ditandai dengan turunnya hujan ringan hingga sedang di tengah musim kemarau yang seharusnya identik dengan cuaca kering.
Dikutip dari akun Instagram @wonogirikita, Fuad mengatakan Ada kemungkinan kemarau basah. Selain itu, ada juga kemungkinan musim kemarau kali ini berlangsung lebih pendek.
Menurut informasi yang diterimanya dari berbagai sumber, bulan Juni masih menyimpan potensi hujan, meskipun intensitasnya tidak tinggi.
Bahkan, beberapa hari sebelumnya, wilayah Wonogiri sempat diguyur hujan disertai angin kencang. Peristiwa tersebut menyebabkan kerusakan seperti pohon tumbang dan robohnya tiang listrik.
Fuad menambahkan Ini perlu diwaspadai oleh masyarakat, karena angin kencang bisa terjadi meskipun curah hujan tak terlalu tinggi BPBD Wonogiri kini tengah melakukan pemetaan wilayah yang berpotensi terdampak kekeringan.
Langkah ini dilakukan untuk mengantisipasi dampak musim kemarau yang masih bisa memicu kekurangan air bersih di sejumlah kecamatan.
Jika merujuk pada data tahun lalu, ada 14 kecamatan di Wonogiri yang rawan mengalami kekeringan. Fuad menjelaskan lebih lanjutnPemetaan ulang ini bertujuan agar datanya lebih akurat dan terkini.
Selain itu, juga sedang menyiapkan langkah strategis jangka panjang untuk menangani kekeringan secara permanen.
Puncak musim kemarau sendiri diperkirakan akan terjadi pada bulan Agustus hingga September. Masyarakat diimbau untuk tetap waspada terhadap potensi bencana seperti kekeringan, kebakaran lahan, dan angin kencang meskipun hujan masih sesekali turun.
Fenomena kemarau basah ini menjadi pengingat bahwa cuaca kini semakin tidak bisa diprediksi secara pasti.
Perubahan iklim dan pola cuaca ekstrem menuntut kesiapsiagaan lebih dari semua pihak, terutama dalam melindungi masyarakat dari dampak yang mungkin muncul
Viva, Banyumas - Wilayah Wonogiri telah memasuki musim kemarau sejak akhir Mei dan awal Juni 2025, namun kondisi cuaca menunjukkan hal yang berbeda. Tahun ini, para ahli memprediksi akan terjadi kemarau basah, yaitu musim kemarau yang tetap diselingi oleh curah hujan. Fenomena ini cukup unik karena meski secara kalender sudah memasuki kemarau, hujan mungkin turun sewaktu-waktu dengan intensitas ringan hingga sedang.
Menurut Kepala Pelaksana BPBD Wonogiri, Fuad Wahyu Pratama, fenomena kemarau basah bukan hal baru, namun tetap perlu diwaspadai. Ia menyebut bahwa selama Juni 2025, potensi hujan mungkin turun masih cukup tinggi meski tak terjadi setiap hari. Kondisi ini membuat masyarakat perlu lebih siap menghadapi peralihan cuaca yang tak menentu meskipun secara umum musim kemarau telah dimulai.
Dengan adanya kemarau basah, BPBD Wonogiri kini tengah memantau dampak yang mungkin timbul, seperti angin kencang dan perubahan suhu ekstrem. Meski Juni 2025 sudah masuk musim kemarau, laporan dari lapangan menunjukkan bahwa hujan mungkin turun dan bahkan disertai angin yang cukup merusak.
Oleh karena itu, pemahaman tentang pola kemarau basah sangat penting agar masyarakat bisa lebih waspada dan tidak lengah terhadap potensi bencana iklim.
Fuad menjelaskan, kemarau basah ditandai dengan turunnya hujan ringan hingga sedang di tengah musim kemarau yang seharusnya identik dengan cuaca kering.
Dikutip dari akun Instagram @wonogirikita, Fuad mengatakan Ada kemungkinan kemarau basah. Selain itu, ada juga kemungkinan musim kemarau kali ini berlangsung lebih pendek.
Menurut informasi yang diterimanya dari berbagai sumber, bulan Juni masih menyimpan potensi hujan, meskipun intensitasnya tidak tinggi.
Bahkan, beberapa hari sebelumnya, wilayah Wonogiri sempat diguyur hujan disertai angin kencang. Peristiwa tersebut menyebabkan kerusakan seperti pohon tumbang dan robohnya tiang listrik.
Fuad menambahkan Ini perlu diwaspadai oleh masyarakat, karena angin kencang bisa terjadi meskipun curah hujan tak terlalu tinggi BPBD Wonogiri kini tengah melakukan pemetaan wilayah yang berpotensi terdampak kekeringan.
Langkah ini dilakukan untuk mengantisipasi dampak musim kemarau yang masih bisa memicu kekurangan air bersih di sejumlah kecamatan.
Jika merujuk pada data tahun lalu, ada 14 kecamatan di Wonogiri yang rawan mengalami kekeringan. Fuad menjelaskan lebih lanjutnPemetaan ulang ini bertujuan agar datanya lebih akurat dan terkini.
Selain itu, juga sedang menyiapkan langkah strategis jangka panjang untuk menangani kekeringan secara permanen.
Puncak musim kemarau sendiri diperkirakan akan terjadi pada bulan Agustus hingga September. Masyarakat diimbau untuk tetap waspada terhadap potensi bencana seperti kekeringan, kebakaran lahan, dan angin kencang meskipun hujan masih sesekali turun.
Fenomena kemarau basah ini menjadi pengingat bahwa cuaca kini semakin tidak bisa diprediksi secara pasti.
Perubahan iklim dan pola cuaca ekstrem menuntut kesiapsiagaan lebih dari semua pihak, terutama dalam melindungi masyarakat dari dampak yang mungkin muncul