24 Karyawan Distributor Cokelat di Bekasi Di PHK Sepihak Tanpa Peringatan!

Ilustrasi PHK sepihak 24 karyawan distributor cokelat di Bekasi
Sumber :
  • pexel @anthonyshkraba-production

Viva, Banyumas - Sebanyak 24 karyawan sebuah distributor cokelat di Bekasi mengalami PHK sepihak tanpa peringatan pada April 2025. Manajemen perusahaan langsung mengeluarkan surat PHK tanpa ada proses sosialisasi terlebih dahulu, membuat situasi semakin memanas dan mengecewakan para pekerja.

Para 24 karyawan yang bekerja di distributor cokelat Bekasi ini sangat terkejut dengan keputusan PHK sepihak yang tidak didahului surat peringatan. Mereka merasa diperlakukan tidak adil, terutama karena telah lama mengabdi, tetapi tidak mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki situasi sebelum diberhentikan.

PHK sepihak tanpa peringatan terhadap 24 karyawan distributor cokelat di Bekasi ini menjadi sorotan serius. Manajemen dinilai mengabaikan prosedur dan hak-hak pekerja sehingga menimbulkan kekecewaan yang besar di kalangan karyawan yang terkena dampak langsung dari keputusan tersebut.

Dikutip dari akun Instagram @voktis.id, Salah satu korban PHK, Sucahyadi (54), yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Bidang Advokasi Perusahaan Unit Kerja (PUK), menceritakan kronologi pemecatan tersebut.

Pada 14 April 2025, 24 karyawan dipanggil oleh pihak HRD bersama atasan mereka. Di sana, mereka langsung diberikan surat PHK yang menyatakan masa kerja mereka berakhir keesokan harinya, yakni 15 April.

Menariknya, dari 24 karyawan tersebut, 23 di antaranya merupakan pengurus dan anggota serikat pekerja perusahaan.

Surat PHK yang diberikan tidak ditandatangani oleh karyawan karena dianggap tidak sah dan tanpa proses yang jelas.

Setelah pemecatan sepihak itu, para pekerja mengadakan dialog informal dengan manajemen perusahaan.

Namun, pihak manajemen tetap bersikukuh bahwa keputusan PHK sudah final dan tidak bisa ditinjau ulang.

Sampai akhir Mei 2025, seluruh karyawan yang terkena PHK telah dinonaktifkan dari sistem absensi perusahaan dan tidak lagi menerima upah.

Hal ini menimbulkan kekhawatiran karena sampai saat ini belum ada putusan pengadilan hubungan industrial yang menyatakan PHK tersebut sah secara hukum.

Pihak perusahaan menyebut efisiensi sebagai alasan utama di balik pemecatan tersebut. Namun, Sucahyadi menegaskan bahwa jika memang ada efisiensi, manajemen seharusnya terlebih dahulu membuka dialog yang transparan dengan lembaga terkait, termasuk serikat pekerja.

Menurutnya, pemecatan sepihak tanpa prosedur yang jelas dan tanpa kompensasi yang layak sangat merugikan pekerja yang telah lama setia berkontribusi.

Kejadian ini menjadi pengingat pentingnya perlindungan hak-hak pekerja dalam menghadapi PHK, terutama bagi mereka yang telah mengabdi lama.

Serikat pekerja kini terus mengupayakan langkah hukum untuk memperjuangkan keadilan bagi para korban PHK sepihak ini

Viva, Banyumas - Sebanyak 24 karyawan sebuah distributor cokelat di Bekasi mengalami PHK sepihak tanpa peringatan pada April 2025. Manajemen perusahaan langsung mengeluarkan surat PHK tanpa ada proses sosialisasi terlebih dahulu, membuat situasi semakin memanas dan mengecewakan para pekerja.

Para 24 karyawan yang bekerja di distributor cokelat Bekasi ini sangat terkejut dengan keputusan PHK sepihak yang tidak didahului surat peringatan. Mereka merasa diperlakukan tidak adil, terutama karena telah lama mengabdi, tetapi tidak mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki situasi sebelum diberhentikan.

PHK sepihak tanpa peringatan terhadap 24 karyawan distributor cokelat di Bekasi ini menjadi sorotan serius. Manajemen dinilai mengabaikan prosedur dan hak-hak pekerja sehingga menimbulkan kekecewaan yang besar di kalangan karyawan yang terkena dampak langsung dari keputusan tersebut.

Dikutip dari akun Instagram @voktis.id, Salah satu korban PHK, Sucahyadi (54), yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Bidang Advokasi Perusahaan Unit Kerja (PUK), menceritakan kronologi pemecatan tersebut.

Pada 14 April 2025, 24 karyawan dipanggil oleh pihak HRD bersama atasan mereka. Di sana, mereka langsung diberikan surat PHK yang menyatakan masa kerja mereka berakhir keesokan harinya, yakni 15 April.

Menariknya, dari 24 karyawan tersebut, 23 di antaranya merupakan pengurus dan anggota serikat pekerja perusahaan.

Surat PHK yang diberikan tidak ditandatangani oleh karyawan karena dianggap tidak sah dan tanpa proses yang jelas.

Setelah pemecatan sepihak itu, para pekerja mengadakan dialog informal dengan manajemen perusahaan.

Namun, pihak manajemen tetap bersikukuh bahwa keputusan PHK sudah final dan tidak bisa ditinjau ulang.

Sampai akhir Mei 2025, seluruh karyawan yang terkena PHK telah dinonaktifkan dari sistem absensi perusahaan dan tidak lagi menerima upah.

Hal ini menimbulkan kekhawatiran karena sampai saat ini belum ada putusan pengadilan hubungan industrial yang menyatakan PHK tersebut sah secara hukum.

Pihak perusahaan menyebut efisiensi sebagai alasan utama di balik pemecatan tersebut. Namun, Sucahyadi menegaskan bahwa jika memang ada efisiensi, manajemen seharusnya terlebih dahulu membuka dialog yang transparan dengan lembaga terkait, termasuk serikat pekerja.

Menurutnya, pemecatan sepihak tanpa prosedur yang jelas dan tanpa kompensasi yang layak sangat merugikan pekerja yang telah lama setia berkontribusi.

Kejadian ini menjadi pengingat pentingnya perlindungan hak-hak pekerja dalam menghadapi PHK, terutama bagi mereka yang telah mengabdi lama.

Serikat pekerja kini terus mengupayakan langkah hukum untuk memperjuangkan keadilan bagi para korban PHK sepihak ini