Isi Ceramah Kiai Masturo Rohili Tersangka Pelecehan Anak di Bekasi di Maulid Nabi Disorot,Netizen: Ilmunya Ok Kelakuan W
- Youtube SYIARKAN SYAIR
Ceramah KH. Masturo Rohili di Maulid Nabi soal akhlak Nabi viral karena dinilai kontras dengan kasus pelecehan yang menjeratnya. Publik soroti ketidaksesuaian ucapan dan tindakan
Viva, Banyumas - Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang diisi ceramah KH. Masturo Rohili (MR) beberapa waktu lalu kini kembali viral di media sosial.
Bukan hanya karena tema ceramahnya yang menekankan pentingnya meneladani akhlak Nabi, melainkan juga karena kontras dengan kasus hukum yang saat ini menjerat sang kiai.
Dalam potongan ceramah yang beredar di akun Youtube Syiarkan Syairkan, KH. Masturo Rohili menyampaikan pesan bahwa umat Islam harus mencontoh akhlak Rasulullah dalam kehidupan sehari-hari.
Ia menekankan pentingnya menjaga amanah, mengasihi anak-anak, serta menebarkan kasih sayang.
“Siapa yang mencintai Nabi, maka cintailah anak-anak dan muliakan perempuan,” demikian salah satu kutipan ceramahnya.
Ironisnya, publik menyoroti isi ceramah tersebut karena bertolak belakang dengan dugaan perbuatan yang kini dituduhkan kepadanya.
Polres Metro Bekasi telah menetapkan KH. Masturo Rohili sebagai tersangka dalam kasus dugaan pelecehan dan kekerasan seksual terhadap anak angkat serta keponakannya. Netizen pun ramai menanggapi.
“Isi ceramahnya indah, tapi prakteknya berbeda jauh,” tulis salah satu komentar.
Ada pula yang menyebut, “Kalau benar beliau melakukan itu, ceramah tentang akhlak Nabi jadi kehilangan makna.”, bahkan netizen lain menuliskan dalam komentar di social media X, Ilmu Ok kelakuan Worst.
Di berbagai platform, ceramah ini menjadi bahan diskusi. Sebagian warganet menyayangkan jika seorang tokoh agama yang dihormati justru diduga melakukan tindakan yang melukai akhlak.
Namun, ada juga yang mengingatkan publik untuk tetap menunggu proses hukum. Seorang pengguna menuliskan,
“Jangan sampai ceramah tentang Maulid Nabi ini hilang nilainya hanya karena perilaku penceramah. Pesannya tetap benar, tapi pelakunya yang salah.”
Kasus ini sekaligus menjadi refleksi tentang pentingnya konsistensi antara ucapan dan perbuatan, terutama bagi tokoh agama.
Ulama memiliki posisi strategis sebagai panutan masyarakat. Ketika ceramah dan perilaku nyata tidak sejalan, kepercayaan publik bisa terguncang