Demo Sopir Truk Meletus di Ajibarang! UU 22 Tahun 2009 Dinilai Berat Sebelah Soal ODOL, Kenapa?

Ilustrasi Demo sopir truk di Ajibarang gegerkan jalanan
Sumber :
  • pexel @Farhan Najeer

Viva,Banyumas - Demo sopir truk kembali meletus di Ajibarang, Banyumas, Kamis (19/6/2025), sebagai reaksi keras atas penerapan UU No 22 Tahun 2009. Ribuan pengemudi truk dari berbagai daerah turun ke jalan menuntut keadilan, lantaran mereka merasa aturan dalam undang-undang tersebut bersifat berat sebelah.

Inilah Tuntutan Utama Aksi Demo Sopir Truk di Ajibarang Banyumas Terkait Kebijakan ODOL

Sorotan utama mereka tertuju pada ketentuan soal ODOL (Over Dimension Over Load) yang dianggap menyudutkan sopir sebagai pihak yang harus menanggung semua risiko hukum, padahal mereka hanya mengikuti perintah pemilik muatan.

Ketegangan meningkat saat demo sopir truk berlangsung di Ajibarang, memicu pertanyaan publik: kenapa UU No 22 Tahun 2009 ini dinilai tidak adil? Para sopir menyampaikan bahwa selama ini mereka selalu dijadikan pihak yang bertanggung jawab dalam kasus pelanggaran ODOL, sementara pihak perusahaan atau pemilik barang tidak tersentuh hukum.

Geger! Tolak Kebijakan ODOL, Sopir Truk Merapat di Alun-Alun Purbalingga untuk Aksi Demo

Ketimpangan inilah yang menjadi penyulut utama aksi besar-besaran di jalan raya Ajibarang hari itu.

Meletusnya demo sopir di Ajibarang juga membawa isu lain soal tarif logistik yang belum diatur secara tegas dalam UU No 22 Tahun 2009. Para sopir menilai, undang-undang itu tidak hanya berat sebelah dalam penegakan hukum ODOL, tetapi juga tak memberikan perlindungan dalam aspek kesejahteraan.

Demo Sopir Truk di Purbalingga, Aksi Tolak Kebijakan ODOL yang Meresahkan

Inilah kenapa mereka menuntut adanya revisi aturan, agar tidak hanya sopir yang menanggung akibat, melainkan juga pihak-pihak yang menyuruh melanggar.

Para sopir menuntut pemerintah membatalkan penerapan aturan ODOL yang diberlakukan tanpa solusi menyeluruh, termasuk tarif logistik yang adil dan perlindungan hukum.

UU No. 22 Tahun 2009 dianggap tidak berpihak pada sopir karena hanya menghukum pelaku lapangan tanpa menyentuh pemilik barang atau perusahaan yang kerap menekan sopir membawa muatan berlebih.

Dilansir dari berbagai sumber Instagram salah satunya di akun Instagram @purwokertokeren, Tak hanya soal ODOL, Pasal 184 UU 22/2009 juga diprotes karena menyerahkan tarif angkutan kepada pelaku usaha tanpa ketentuan batas bawah. Hal ini membuat posisi tawar sopir menjadi lemah dan sering kali berujung pada tarif murah yang tak sebanding dengan risiko pekerjaan.

Dalam aksinya, massa juga menuntut penghapusan pungli dan premanisme di jalan serta meminta revisi menyeluruh terhadap UU tersebut agar lebih adil bagi seluruh pelaku logistik.

Menurut koordinator aksi, sopir sering dijadikan kambing hitam saat terjadi pelanggaran atau kecelakaan, padahal mereka hanya menjalankan perintah atas. Mereka juga mendesak agar seluruh pelaku logistik mendapat perlakuan hukum yang setara, tidak hanya sopir saja.

Dengan semakin meningkatnya intensitas protes dari lapangan, pemerintah diharapkan segera membuka ruang dialog untuk revisi UU 22 Tahun 2009, serta menciptakan regulasi tarif logistik yang berpihak kepada para pekerja di lapangan