Dijuluki Kerongkongan Emas, Pramono Anung Ungkap Jadi Penengah Konflik Mega, SBY, Jokowi, hingga Prabowo

Pramono Anung saat beri kuliah umum
Sumber :
  • instagram @pramonoanungw

Pramono Anung buka suara soal julukan “kerongkongan emas” yang disematkan padanya. Ia mengungkap rahasia komunikasi politiknya: menjaga hubungan baik dan merangkul semua pihak

Viva, Banyumas - Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung Wibowo, mengungkap kisah menarik tentang perannya sebagai mediator di panggung politik nasional. Dalam kuliah umum di Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung, Jumat (26/9/2025), Pramono bercerita dirinya kerap menjadi penengah saat konflik terjadi di antara para elite politik.

“Saya pernah jadi komunikator antara Bu Mega dengan Pak SBY, Bu Mega dengan Pak Jokowi, bahkan Bu Mega dengan Pak Prabowo. Padahal itu bukan partai saya, tapi kalau ada konflik mereka minta saya jadi mediator,” ujar Pramono di Kuliah Umum di Unpad Bandung pada 26 September 2025.

Peran penting tersebut membuat sejumlah pihak menjulukinya sebagai “kerongkongan emas”, karena dinilai mampu menyelesaikan konflik besar dengan cara komunikasi yang efektif. Pramono mengaku tidak mengetahui pasti mengapa ia dijuluki demikian.

Namun, ia menduga hal itu karena dirinya selalu mengedepankan hati dalam menyelesaikan persoalan. “Mungkin dalam menyelesaikan persoalan saya memakai hati,” katanya. Ia juga menegaskan selalu menjaga hubungan baik dengan siapa pun, termasuk dengan pihak yang pernah berseberangan.

“Bahkan dengan orang yang dulu saya bantu sepenuhnya, lalu sekarang berseberangan, saya tidak pernah mengucapkan satu kata pun yang negatif,” ujarnya.

Bagi Pramono, komunikasi politik sejatinya adalah soal pilihan. Alih-alih berselisih, ia lebih memilih untuk merangkul semua pihak. Sebagai Gubernur DKI Jakarta, Pramono menekankan pentingnya keterlibatan semua elemen dalam proses pengambilan keputusan.

Ia bahkan kerap hadir dalam acara resmi yang dipimpin Wakil Gubernur untuk menunjukkan sikap inklusif.

“Berkali-kali, kalau Wagub jadi inspektur di suatu acara, saya hadir berdiri. Karena saya pikir semua orang harus mendapat porsi yang baik. Bahkan memutuskan saya tidak pernah sendiri, selalu saya libatkan Pak Wagub,” jelasnya.

Dalam kesempatan itu, Pramono menyampaikan pesan penting bagi generasi muda yang ingin berkiprah di dunia politik. Menurutnya, kemampuan membangun komunikasi yang sehat dan menjaga integritas adalah kunci untuk meraih kepercayaan publik.

“Banyak orang baru ngomong saja sudah ingin berantem. Apalagi di televisi, banyak yang debat capek-capek. Saya pilihannya merangkul semua,” ucapnya.

Julukan “kerongkongan emas” menjadi bukti bahwa gaya komunikasi yang penuh empati mampu menjadi jembatan di tengah perbedaan. Bagi Pramono, politik bukan soal adu keras suara, melainkan tentang merawat hubungan dan mencari titik temu

Pramono Anung buka suara soal julukan “kerongkongan emas” yang disematkan padanya. Ia mengungkap rahasia komunikasi politiknya: menjaga hubungan baik dan merangkul semua pihak

Viva, Banyumas - Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung Wibowo, mengungkap kisah menarik tentang perannya sebagai mediator di panggung politik nasional. Dalam kuliah umum di Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung, Jumat (26/9/2025), Pramono bercerita dirinya kerap menjadi penengah saat konflik terjadi di antara para elite politik.

“Saya pernah jadi komunikator antara Bu Mega dengan Pak SBY, Bu Mega dengan Pak Jokowi, bahkan Bu Mega dengan Pak Prabowo. Padahal itu bukan partai saya, tapi kalau ada konflik mereka minta saya jadi mediator,” ujar Pramono di Kuliah Umum di Unpad Bandung pada 26 September 2025.

Peran penting tersebut membuat sejumlah pihak menjulukinya sebagai “kerongkongan emas”, karena dinilai mampu menyelesaikan konflik besar dengan cara komunikasi yang efektif. Pramono mengaku tidak mengetahui pasti mengapa ia dijuluki demikian.

Namun, ia menduga hal itu karena dirinya selalu mengedepankan hati dalam menyelesaikan persoalan. “Mungkin dalam menyelesaikan persoalan saya memakai hati,” katanya. Ia juga menegaskan selalu menjaga hubungan baik dengan siapa pun, termasuk dengan pihak yang pernah berseberangan.

“Bahkan dengan orang yang dulu saya bantu sepenuhnya, lalu sekarang berseberangan, saya tidak pernah mengucapkan satu kata pun yang negatif,” ujarnya.

Bagi Pramono, komunikasi politik sejatinya adalah soal pilihan. Alih-alih berselisih, ia lebih memilih untuk merangkul semua pihak. Sebagai Gubernur DKI Jakarta, Pramono menekankan pentingnya keterlibatan semua elemen dalam proses pengambilan keputusan.

Ia bahkan kerap hadir dalam acara resmi yang dipimpin Wakil Gubernur untuk menunjukkan sikap inklusif.

“Berkali-kali, kalau Wagub jadi inspektur di suatu acara, saya hadir berdiri. Karena saya pikir semua orang harus mendapat porsi yang baik. Bahkan memutuskan saya tidak pernah sendiri, selalu saya libatkan Pak Wagub,” jelasnya.

Dalam kesempatan itu, Pramono menyampaikan pesan penting bagi generasi muda yang ingin berkiprah di dunia politik. Menurutnya, kemampuan membangun komunikasi yang sehat dan menjaga integritas adalah kunci untuk meraih kepercayaan publik.

“Banyak orang baru ngomong saja sudah ingin berantem. Apalagi di televisi, banyak yang debat capek-capek. Saya pilihannya merangkul semua,” ucapnya.

Julukan “kerongkongan emas” menjadi bukti bahwa gaya komunikasi yang penuh empati mampu menjadi jembatan di tengah perbedaan. Bagi Pramono, politik bukan soal adu keras suara, melainkan tentang merawat hubungan dan mencari titik temu