Janji Gaji Rp20 Juta, Reni Malah Terjebak Sindikat Pengantin Pesanan di China Kini Disekap dan Diminta Tebusan 200 Juta
- pexel @ Dmitry Zvolskiy
Reni, WNI asal Sukabumi, terjebak sindikat pengantin pesanan di China. Berawal dari tawaran kerja Rp20 juta, kini ia butuh pendampingan hukum dan perlindungan negara
Viva, Banyumas - Kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) kembali menyita perhatian publik. Kali ini menimpa Reni Rahmawati (23), warga Sukabumi, Jawa Barat, yang diberitakan terjebak sindikat pengantin pesanan di China. Awal cerita bermula dari tawaran pekerjaan bergaji tinggi, sekitar Rp15 hingga Rp20 juta per bulan, yang diterima Reni melalui media sosial.
Dengan iming-iming menggiurkan, ia diminta mengurus paspor di Bogor, sebelum akhirnya dibawa ke Jakarta dan diterbangkan ke China. Alih-alih bekerja sesuai janji, Reni justru menghadapi kenyataan pahit.
Dikutip dari Viva, Setibanya di China, Reni dinikahkan dengan seorang pria bernama Tu Chao Cai, warga setempat. Pernikahan tersebut bahkan tercatat resmi pada 20 Mei 2025. Ia juga memperoleh izin tinggal sejak 11 September 2025 dengan status sebagai istri.
Namun, Reni kemudian melaporkan bahwa ia dipaksa melakukan hubungan intim dan mengalami kekerasan emosional. Kondisi ini terungkap setelah Reni mengirim pesan ke ibunya, Emalia, yang berada di Sukabumi.
Dalam pesan itu, ia mengaku disekap dan keluarganya diminta menyiapkan tebusan sebesar Rp200 juta agar bisa pulang ke Indonesia. Mendapat laporan tersebut, Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Guangzhou bergerak cepat.
Konsul Jenderal RI, Ben Perkasa Drajat, memastikan pihaknya memberikan bantuan hukum dengan mencarikan kuasa hukum bagi Reni. KJRI juga menjalin koordinasi dengan kepolisian Fujian untuk melacak dan memastikan keselamatan korban.
Polisi Fujian kemudian melakukan pengecekan langsung ke lokasi tempat Reni tinggal di Quanzhou, Provinsi Fujian. Hasilnya, Reni dipastikan dalam keadaan selamat. Meski bukan menjadi korban prostitusi, pihak kepolisian menegaskan bahwa ia mengalami tekanan psikologis dalam rumah tangganya.
Saat ini, suami Reni sudah tidak tinggal di rumah tersebut, sementara korban masih bisa berkomunikasi melalui ponselnya. Investigasi tetap berlangsung, dan KJRI terus berhubungan dengan aparat setempat agar hak-hak Reni terlindungi.
Kasus Reni menjadi gambaran nyata bagaimana sindikat TPPO bekerja dengan modus pekerjaan bergaji tinggi dan pernikahan pesanan. Modus ini bukan kali pertama terjadi di Tiongkok, sehingga perlu kewaspadaan tinggi dari masyarakat.
Pemerintah Indonesia mengingatkan agar warga berhati-hati terhadap tawaran kerja di luar negeri, terutama yang diperoleh dari media sosial tanpa jalur resmi. Edukasi publik, pengawasan ketat, serta kerja sama lintas negara menjadi kunci untuk memberantas sindikat perdagangan manusia yang semakin marak
Reni, WNI asal Sukabumi, terjebak sindikat pengantin pesanan di China. Berawal dari tawaran kerja Rp20 juta, kini ia butuh pendampingan hukum dan perlindungan negara
Viva, Banyumas - Kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) kembali menyita perhatian publik. Kali ini menimpa Reni Rahmawati (23), warga Sukabumi, Jawa Barat, yang diberitakan terjebak sindikat pengantin pesanan di China. Awal cerita bermula dari tawaran pekerjaan bergaji tinggi, sekitar Rp15 hingga Rp20 juta per bulan, yang diterima Reni melalui media sosial.
Dengan iming-iming menggiurkan, ia diminta mengurus paspor di Bogor, sebelum akhirnya dibawa ke Jakarta dan diterbangkan ke China. Alih-alih bekerja sesuai janji, Reni justru menghadapi kenyataan pahit.
Dikutip dari Viva, Setibanya di China, Reni dinikahkan dengan seorang pria bernama Tu Chao Cai, warga setempat. Pernikahan tersebut bahkan tercatat resmi pada 20 Mei 2025. Ia juga memperoleh izin tinggal sejak 11 September 2025 dengan status sebagai istri.
Namun, Reni kemudian melaporkan bahwa ia dipaksa melakukan hubungan intim dan mengalami kekerasan emosional. Kondisi ini terungkap setelah Reni mengirim pesan ke ibunya, Emalia, yang berada di Sukabumi.
Dalam pesan itu, ia mengaku disekap dan keluarganya diminta menyiapkan tebusan sebesar Rp200 juta agar bisa pulang ke Indonesia. Mendapat laporan tersebut, Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Guangzhou bergerak cepat.
Konsul Jenderal RI, Ben Perkasa Drajat, memastikan pihaknya memberikan bantuan hukum dengan mencarikan kuasa hukum bagi Reni. KJRI juga menjalin koordinasi dengan kepolisian Fujian untuk melacak dan memastikan keselamatan korban.
Polisi Fujian kemudian melakukan pengecekan langsung ke lokasi tempat Reni tinggal di Quanzhou, Provinsi Fujian. Hasilnya, Reni dipastikan dalam keadaan selamat. Meski bukan menjadi korban prostitusi, pihak kepolisian menegaskan bahwa ia mengalami tekanan psikologis dalam rumah tangganya.
Saat ini, suami Reni sudah tidak tinggal di rumah tersebut, sementara korban masih bisa berkomunikasi melalui ponselnya. Investigasi tetap berlangsung, dan KJRI terus berhubungan dengan aparat setempat agar hak-hak Reni terlindungi.
Kasus Reni menjadi gambaran nyata bagaimana sindikat TPPO bekerja dengan modus pekerjaan bergaji tinggi dan pernikahan pesanan. Modus ini bukan kali pertama terjadi di Tiongkok, sehingga perlu kewaspadaan tinggi dari masyarakat.
Pemerintah Indonesia mengingatkan agar warga berhati-hati terhadap tawaran kerja di luar negeri, terutama yang diperoleh dari media sosial tanpa jalur resmi. Edukasi publik, pengawasan ketat, serta kerja sama lintas negara menjadi kunci untuk memberantas sindikat perdagangan manusia yang semakin marak