Dari Blokir Facebook hingga Pengunduran Diri PM, Begini Kronologi Nepal Bergejolak

Demo besar di Nepal pecah usai blokir medsos
Sumber :
  • instagram @iranstrong

Blokir 26 platform media sosial di Nepal memicu protes besar yang berkembang menjadi kerusuhan. Sebanyak 19 orang tewas, ratusan luka-luka, hingga PM KP Sharma Oli mundur

Viva, Banyumas - Nepal tengah diguncang gelombang protes besar yang berujung kerusuhan paling mematikan dalam beberapa tahun terakhir. Demonstrasi yang awalnya menolak pemblokiran media sosial kini berkembang menjadi krisis politik yang menyebabkan 19 orang tewas, ratusan luka-luka, hingga mundurnya Perdana Menteri KP Sharma Oli.

1.Awal Pemicu: Blokir Media Sosial

Dikutip dari AFP Kericuhan bermula ketika pemerintah Nepal memblokir akses ke 26 platform media sosial populer, termasuk Facebook, Instagram, YouTube, LinkedIn, dan X (Twitter). Kementerian Komunikasi menyebut langkah ini dilakukan karena perusahaan-perusahaan tersebut tidak memenuhi kewajiban mendaftar di Nepal sesuai aturan sejak 2023.

Hanya lima platform, termasuk TikTok dan Viber, yang sudah resmi terdaftar. Namun, bagi jutaan warga Nepal yang menggunakan media sosial untuk bisnis, berita, dan hiburan, pemblokiran mendadak ini dipandang sebagai pelanggaran hak dasar publik.

Organisasi Digital Rights Nepal menilai kebijakan tersebut mencerminkan sikap otoriter pemerintah.

2.Demo Membesar Jadi Kerusuhan

Aksi protes pecah di Kathmandu dan kota-kota besar sejak Kamis pekan lalu. Mahasiswa dan kelompok muda turun ke jalan membawa bendera, meneriakkan lagu kebangsaan, serta menolak pemblokiran. Namun situasi memanas ketika aparat menggunakan gas air mata, peluru karet, hingga meriam air untuk membubarkan massa.

Bentrokan meluas pada Senin (8/9/2025) dengan korban jiwa mencapai 19 orang dan lebih dari 400 terluka. Beberapa saksi mata mengaku mengikuti aksi damai, namun dibalas aparat dengan kekerasan. Rumah sakit di Kathmandu pun kewalahan menerima korban luka.

3.Mundurnya Menteri dan PM Nepal

Tragedi ini mengguncang stabilitas politik Nepal. Menteri Dalam Negeri Ramesh Lekhak mengundurkan diri lebih dulu, disusul PM KP Sharma Oli pada Selasa (9/9/2025). Oli menyampaikan surat pengunduran diri kepada Presiden Nepal sebagai langkah menuju solusi politik.

Di saat bersamaan, massa semakin beringas. Gedung parlemen dan rumah pribadi Oli dibakar, sementara Menteri Keuangan Bishnu Prasad Paudel diarak massa di jalanan Kathmandu.

4.Gelombang Ketidakpuasan Publik

Kerusuhan ini bukan hanya dipicu blokir media sosial, tetapi juga ketidakpuasan mendalam atas korupsi, ketidakstabilan politik, dan lambatnya pembangunan ekonomi. Hampir 43% populasi Nepal berusia 15–40 tahun dengan tingkat pengangguran tinggi, membuat generasi muda menjadi motor utama protes.

Pengamat menilai Nepal kini memasuki fase transisi politik yang krusial. Tokoh-tokoh muda seperti wali kota Kathmandu, Balendra Shah, menyerukan gerakan damai agar krisis bisa diselesaikan tanpa korban lebih banyak.

Kronologi ini menunjukkan bahwa keputusan kebijakan digital yang dianggap kecil bisa memicu gelombang protes luas ketika berpadu dengan krisis kepercayaan publik. Nepal kini dihadapkan pada tuntutan generasi muda untuk perubahan nyata dalam pemerintahan

Blokir 26 platform media sosial di Nepal memicu protes besar yang berkembang menjadi kerusuhan. Sebanyak 19 orang tewas, ratusan luka-luka, hingga PM KP Sharma Oli mundur

Viva, Banyumas - Nepal tengah diguncang gelombang protes besar yang berujung kerusuhan paling mematikan dalam beberapa tahun terakhir. Demonstrasi yang awalnya menolak pemblokiran media sosial kini berkembang menjadi krisis politik yang menyebabkan 19 orang tewas, ratusan luka-luka, hingga mundurnya Perdana Menteri KP Sharma Oli.

1.Awal Pemicu: Blokir Media Sosial

Dikutip dari AFP Kericuhan bermula ketika pemerintah Nepal memblokir akses ke 26 platform media sosial populer, termasuk Facebook, Instagram, YouTube, LinkedIn, dan X (Twitter). Kementerian Komunikasi menyebut langkah ini dilakukan karena perusahaan-perusahaan tersebut tidak memenuhi kewajiban mendaftar di Nepal sesuai aturan sejak 2023.

Hanya lima platform, termasuk TikTok dan Viber, yang sudah resmi terdaftar. Namun, bagi jutaan warga Nepal yang menggunakan media sosial untuk bisnis, berita, dan hiburan, pemblokiran mendadak ini dipandang sebagai pelanggaran hak dasar publik.

Organisasi Digital Rights Nepal menilai kebijakan tersebut mencerminkan sikap otoriter pemerintah.

2.Demo Membesar Jadi Kerusuhan

Aksi protes pecah di Kathmandu dan kota-kota besar sejak Kamis pekan lalu. Mahasiswa dan kelompok muda turun ke jalan membawa bendera, meneriakkan lagu kebangsaan, serta menolak pemblokiran. Namun situasi memanas ketika aparat menggunakan gas air mata, peluru karet, hingga meriam air untuk membubarkan massa.

Bentrokan meluas pada Senin (8/9/2025) dengan korban jiwa mencapai 19 orang dan lebih dari 400 terluka. Beberapa saksi mata mengaku mengikuti aksi damai, namun dibalas aparat dengan kekerasan. Rumah sakit di Kathmandu pun kewalahan menerima korban luka.

3.Mundurnya Menteri dan PM Nepal

Tragedi ini mengguncang stabilitas politik Nepal. Menteri Dalam Negeri Ramesh Lekhak mengundurkan diri lebih dulu, disusul PM KP Sharma Oli pada Selasa (9/9/2025). Oli menyampaikan surat pengunduran diri kepada Presiden Nepal sebagai langkah menuju solusi politik.

Di saat bersamaan, massa semakin beringas. Gedung parlemen dan rumah pribadi Oli dibakar, sementara Menteri Keuangan Bishnu Prasad Paudel diarak massa di jalanan Kathmandu.

4.Gelombang Ketidakpuasan Publik

Kerusuhan ini bukan hanya dipicu blokir media sosial, tetapi juga ketidakpuasan mendalam atas korupsi, ketidakstabilan politik, dan lambatnya pembangunan ekonomi. Hampir 43% populasi Nepal berusia 15–40 tahun dengan tingkat pengangguran tinggi, membuat generasi muda menjadi motor utama protes.

Pengamat menilai Nepal kini memasuki fase transisi politik yang krusial. Tokoh-tokoh muda seperti wali kota Kathmandu, Balendra Shah, menyerukan gerakan damai agar krisis bisa diselesaikan tanpa korban lebih banyak.

Kronologi ini menunjukkan bahwa keputusan kebijakan digital yang dianggap kecil bisa memicu gelombang protes luas ketika berpadu dengan krisis kepercayaan publik. Nepal kini dihadapkan pada tuntutan generasi muda untuk perubahan nyata dalam pemerintahan