Pandangan Akademisi Unsoed Banyumas: Penonaktifan DPR Ranah Internal Partai, Bisa Berujung PAW
- ANTARA/Sumarwoto
Akademisi Unsoed Banyumas, Dr. Indaru Setyo Nurprojo, menilai penonaktifan anggota DPR RI merupakan mekanisme internal partai. Meski tidak diatur tegas dalam undang-undang, mekanisme ini sah menurut AD/ART partai dan bisa berujung pada pergantian antar waktu (PAW).
VIVA, Banyumas – Akademisi Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Dr. Indaru Setyo Nurprojo, menegaskan bahwa penonaktifan anggota DPR RI oleh partai politik merupakan mekanisme internal partai, bukan aturan yang secara tegas diatur dalam undang-undang.
"Logika dasarnya, keanggotaan seseorang di legislatif bermula dari keputusan partai politik. Mekanisme penonaktifan ini sudah diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) setiap partai," katanya dilansir dari ANTARA pada Senin (1/9/2025).
Menurut Indaru, keberadaan AD/ART menjadi instrumen penting dalam mengontrol kader partai yang duduk di legislatif.
Dengan demikian, pencopotan atau penggantian tidak dapat dilakukan secara sewenang-wenang, melainkan harus mengikuti aturan yang berlaku di internal partai.
Ia menambahkan, penonaktifan biasanya dilakukan dengan alasan tertentu, seperti merugikan nama baik partai atau kepentingan partai.
"Meskipun istilah penonaktifan tidak selalu jelas, mekanismenya ada. Kasus-kasus yang ada sekarang, saya pikir lebih ke konteks merugikan nama dan kepentingan partai," ujarnya.
Indaru menjelaskan bahwa penonaktifan anggota DPR tidak menutup kemungkinan berlanjut pada pergantian antar waktu (PAW).
"Kalau saya membacanya begitu. Dengan sendirinya, karena enggak jelas sampai batas waktu penonaktifannya sampai kapan, berarti mau enggak mau harus ada penggantinya, PAW-nya," katanya menegaskan.
Ia mencontohkan kasus Fahri Hamzah pada 2016 yang dinonaktifkan dari partainya, namun tetap menjabat sebagai Wakil Ketua DPR RI.
Hal ini menunjukkan bahwa pencopotan jabatan di legislatif tidak serta-merta bisa dilakukan melalui mekanisme internal partai.
Menurutnya, fenomena penonaktifan anggota DPR mencerminkan dinamika politik internal sekaligus upaya partai menjaga citra dan kepentingannya.
"Pada akhirnya, partai politik akan menimbang untung ruginya, baik dari sisi citra maupun konsolidasi internal," kata Indaru.
Ia menegaskan, meskipun Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 tidak menyebutkan secara eksplisit mekanisme penonaktifan, kontrol partai terhadap kader di legislatif tetap tidak bisa dihindari.
Mekanisme ini, kata dia, sah untuk menjaga disiplin dan kepentingan bersama dalam tubuh partai.
Seperti diketahui, sebanyak lima anggota DPR RI periode 2024–2029 telah dinonaktifkan oleh partai politiknya akibat pernyataan kontroversial yang memicu kemarahan publik. Mereka adalah:
- Eko Hendro Purnomo (PAN) alias Eko Patrio
- Surya Utama (PAN) alias Uya Kuya
- Ahmad Sahroni (Partai Nasdem)
- Nafa Urbach (Partai Nasdem)
- Adies Kadier (Partai Golkar)
Fenomena ini menunjukkan bagaimana partai politik tetap memiliki kendali penuh terhadap kadernya, baik untuk menjaga soliditas internal maupun mempertahankan citra di mata masyarakat.