Profil Sumy Hastry Purwanti, Polwan Pertama di Asia Bergelar Doktor Forensik di Tes DNA Ridwan Kamil dan Lisa Mariana

Brigjen Pol Sumy Hastry, polwan pertama doktor forensik
Sumber :
  • instagram @divisihumaspolri

Viva, Banyumas - Brigjen Pol Sumy Hastry Purwanti merupakan sosok inspiratif di dunia kepolisian Indonesia. Ia dikenal sebagai polwan pertama di Asia yang berhasil meraih gelar doktor forensik, sekaligus menjadi bagian penting dalam berbagai kasus besar yang menyita perhatian publik. Kiprahnya bukan hanya di dalam negeri, melainkan juga hingga ke kancah internasional.

Brigjen Pol Sumy Hastri Purwanti kembali menjadi sorotan setelah keterlibatannya dalam hasil Tes DNA Ridwan Kamil dan Lisa Mariana, diman terkuak anak Lisa Mariana bukan darah daging Ridwan Kamil.

Berikut profil Brigjen Sumy yang dikutip dari berbagai sumber dan tercata sebagai Polwan Perta di Asia yang bergelar doktor forensik.

Awal Kehidupan dan Pendidikan

Sumy Hastry Purwanti lahir di Jakarta pada 23 Agustus 1970. Perjalanan akademiknya dimulai di Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang, tempat ia menyelesaikan pendidikan sarjana kedokteran pada 1995.

Dua tahun kemudian, ia meraih gelar dokter dan memutuskan untuk meniti karier sebagai anggota Polri dengan mendaftar di Sekolah Inspektur Polisi Sumber Sarjana (SEPA) tahun 1998.

Tidak berhenti sampai di situ, Sumy melanjutkan pendidikan spesialis forensik di UNDIP pada 2002–2005. Dedikasinya dalam bidang ilmu forensik semakin kuat ketika ia menempuh program doktoral dan berhasil menyelesaikannya pada 2016.

Karier dan Prestasi

Karier Sumy dalam institusi kepolisian dimulai sejak bertugas sebagai Pasi Polipol Dis Dokkes Polda Jateng pada 1999. Ia kemudian dipercaya memegang berbagai posisi penting, termasuk Kaur Dokkes Polwiltabes Semarang pada 2005. Selain pendidikan formal, ia juga menempuh berbagai pelatihan internasional.

Beberapa di antaranya adalah kursus DVI (Disaster Victim Identification) di Singapura tahun 2006, kursus DNA di Malaysia tahun 2007, serta kursus identifikasi luka ledakan di Perth, Australia, pada 2011. Prestasi gemilangnya membuat Sumy dipercaya menangani berbagai tragedi besar.

Ia menjadi bagian tim forensik identifikasi korban Bom Bali I (2002), gempa Yogyakarta (2006), kecelakaan pesawat Garuda di Yogyakarta (2007), hingga pesawat Air Asia (2015). Bahkan, ia turut serta dalam penanganan korban tragedi internasional seperti pesawat MH-17 di Rusia tahun 2014.

Kenaikan Pangkat dan Dedikasi

Pada Juli 2024, dedikasi Sumy mendapat pengakuan melalui kenaikan pangkat menjadi Brigadir Jenderal Polisi. Pencapaian ini menjadikannya sebagai salah satu figur penting dalam jajaran Pusdokkes Polri.

Selain kiprah profesionalnya, Sumy juga berperan dalam pendirian Forensik Klinik (Forklin), sebuah layanan khusus untuk membantu korban kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak. Inisiatif ini menunjukkan sisi humanis dari sosok polwan ahli forensik yang selalu berpihak pada korban

Viva, Banyumas - Brigjen Pol Sumy Hastry Purwanti merupakan sosok inspiratif di dunia kepolisian Indonesia. Ia dikenal sebagai polwan pertama di Asia yang berhasil meraih gelar doktor forensik, sekaligus menjadi bagian penting dalam berbagai kasus besar yang menyita perhatian publik. Kiprahnya bukan hanya di dalam negeri, melainkan juga hingga ke kancah internasional.

Brigjen Pol Sumy Hastri Purwanti kembali menjadi sorotan setelah keterlibatannya dalam hasil Tes DNA Ridwan Kamil dan Lisa Mariana, diman terkuak anak Lisa Mariana bukan darah daging Ridwan Kamil.

Berikut profil Brigjen Sumy yang dikutip dari berbagai sumber dan tercata sebagai Polwan Perta di Asia yang bergelar doktor forensik.

Awal Kehidupan dan Pendidikan

Sumy Hastry Purwanti lahir di Jakarta pada 23 Agustus 1970. Perjalanan akademiknya dimulai di Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang, tempat ia menyelesaikan pendidikan sarjana kedokteran pada 1995.

Dua tahun kemudian, ia meraih gelar dokter dan memutuskan untuk meniti karier sebagai anggota Polri dengan mendaftar di Sekolah Inspektur Polisi Sumber Sarjana (SEPA) tahun 1998.

Tidak berhenti sampai di situ, Sumy melanjutkan pendidikan spesialis forensik di UNDIP pada 2002–2005. Dedikasinya dalam bidang ilmu forensik semakin kuat ketika ia menempuh program doktoral dan berhasil menyelesaikannya pada 2016.

Karier dan Prestasi

Karier Sumy dalam institusi kepolisian dimulai sejak bertugas sebagai Pasi Polipol Dis Dokkes Polda Jateng pada 1999. Ia kemudian dipercaya memegang berbagai posisi penting, termasuk Kaur Dokkes Polwiltabes Semarang pada 2005. Selain pendidikan formal, ia juga menempuh berbagai pelatihan internasional.

Beberapa di antaranya adalah kursus DVI (Disaster Victim Identification) di Singapura tahun 2006, kursus DNA di Malaysia tahun 2007, serta kursus identifikasi luka ledakan di Perth, Australia, pada 2011. Prestasi gemilangnya membuat Sumy dipercaya menangani berbagai tragedi besar.

Ia menjadi bagian tim forensik identifikasi korban Bom Bali I (2002), gempa Yogyakarta (2006), kecelakaan pesawat Garuda di Yogyakarta (2007), hingga pesawat Air Asia (2015). Bahkan, ia turut serta dalam penanganan korban tragedi internasional seperti pesawat MH-17 di Rusia tahun 2014.

Kenaikan Pangkat dan Dedikasi

Pada Juli 2024, dedikasi Sumy mendapat pengakuan melalui kenaikan pangkat menjadi Brigadir Jenderal Polisi. Pencapaian ini menjadikannya sebagai salah satu figur penting dalam jajaran Pusdokkes Polri.

Selain kiprah profesionalnya, Sumy juga berperan dalam pendirian Forensik Klinik (Forklin), sebuah layanan khusus untuk membantu korban kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak. Inisiatif ini menunjukkan sisi humanis dari sosok polwan ahli forensik yang selalu berpihak pada korban