Prabowo Siapkan Utang Rp 781,87 Triliun Tahun 2026, Rekor Tertinggi Sejak Pandemi Covid 19

Prabowo tinjau dokumen RAPBN 2026
Sumber :
  • instagram @prabowo

Viva, Banyumas - Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto merencanakan penarikan utang baru sebesar Rp 781,87 triliun pada APBN 2026. Angka ini menjadi yang tertinggi sejak era pandemi 2021, mencerminkan langkah strategis pemerintah untuk menghadapi tantangan ekonomi global sekaligus mendukung agenda pembangunan nasional.

Dokumen Buku II Nota Keuangan Beserta RAPBN 2026 menyebutkan bahwa pembiayaan utang akan dilakukan melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dan penarikan pinjaman. Pemerintah menegaskan bahwa pengelolaan utang akan tetap berpegang pada prinsip kehati-hatian, akuntabel, dan berkelanjutan.

“Dalam RAPBN tahun anggaran 2026, pembiayaan utang direncanakan sebesar Rp 781,868 triliun, yang akan dipenuhi melalui penerbitan SBN dan penarikan pinjaman,” tulis dokumen resmi pemerintah, dikutip Senin (18/8/2025).

Rencana utang ini menjadi bagian dari strategi fiskal yang ekspansif untuk meningkatkan kapasitas APBN. Pemerintah ingin memastikan anggaran dapat digunakan untuk meredam gejolak ekonomi sekaligus menjalankan program pembangunan prioritas, di tengah ketidakpastian ekonomi global yang meningkat.

Dalam lima tahun terakhir, pemerintah mencatat pembiayaan utang yang fluktuatif, yakni Rp 870,5 triliun pada 2021, Rp 696 triliun pada 2022, Rp 404 triliun pada 2023, Rp 558,1 triliun pada 2024, dan outlook 2025 sebesar Rp 715,5 triliun. Dengan rencana 2026, utang baru akan mendekati rekor tertinggi sejak pandemi.

Dokumen RAPBN 2026 menekankan bahwa strategi pengelolaan utang akan mendukung pembangunan berkelanjutan. Pemerintah menekankan, meski jumlahnya besar, pengelolaan utang tetap dilakukan secara prudent agar fiskal tetap sehat. Hal ini penting untuk menjaga kepercayaan investor serta kestabilan ekonomi nasional.

Selain itu, pemerintah akan mengoptimalkan penggunaan dana APBN untuk proyek prioritas, mulai dari pembangunan infrastruktur hingga program sosial. Pendekatan ini diharapkan bisa memaksimalkan efek multiplikasi dari utang, sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.