Polisi Ungkap Sosok Pelapor Pemain Judol Yogyakarta: Bukan Bandar, Tapi Bikin Geger!
- Tiktok @poldajogja
Viva, Banyumas - Kasus penggerebekan lima pemain judi online di Yogyakarta memasuki babak baru. Polisi akhirnya mengungkap siapa sosok pelapor yang menyeret para pelaku ke hadapan hukum. Menariknya, pelapor bukanlah bandar yang merasa dirugikan, seperti yang ramai dibahas di media sosial.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Daerah Istimewa Yogyakarta, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Saprodin, menyatakan bahwa laporan tersebut murni berasal dari masyarakat.
"Bukan [bandar],” tegasnya pada Kamis, 7 Agustus 2025 yang dikutip dari akun Tiktok Polda Jogja. Ia juga menegaskan bahwa pihak kepolisian tidak memiliki hubungan atau kerja sama dengan pihak bandar judi online manapun.
Pernyataan ini sekaligus membantah narasi yang beredar luas di media sosial, yang menyebut bahwa kelima pemain ditangkap karena merugikan bandar melalui cara bermain yang dianggap ‘curang’.
Menurut Saprodin, informasi tersebut tidak akurat. “Itu [merugikan bandar] asumsi dari mana? Yang beredar di media sosial itu kan membias,” ujarnya. Pengungkapan kasus ini bermula dari penggerebekan sebuah rumah kontrakan di wilayah Kapanewon Banguntapan, Kabupaten Bantul. Rumah tersebut disulap menjadi markas besar operasi judi online yang dijalankan secara sistematis.
Polisi menangkap lima orang, yakni RDS (32), EN (31), DA (22) asal Bantul, serta NF (25) dari Kebumen dan PA (24) dari Magelang, Jawa Tengah. RDS disebut sebagai otak di balik operasi ini.
Ia tidak hanya merekrut karyawan, tetapi juga menyiapkan perangkat, mengelola link situs judi online, dan memanfaatkan promosi dari berbagai platform untuk meraup keuntungan.
Kepala Subdirektorat V Siber Polda DIY, AKBP Slamet Riyanto, menyebut bahwa RDS dan timnya memanfaatkan celah algoritma situs judi online untuk mendapatkan profit besar.
“Mereka bukan bandar. Mereka adalah pemain yang memanfaatkan sistem untuk keuntungan sendiri,” ungkap Slamet dalam konferensi pers, Rabu, 6 Agustus 2025.
Aktivitas mereka tergolong canggih dan terorganisir, sehingga butuh waktu untuk membongkar keseluruhan operasinya. Sementara itu, pihak kepolisian belum mengungkap detail lebih lanjut terkait upaya penelusuran terhadap para bandar yang sesungguhnya.
Penyelidikan masih berlangsung, dan polisi enggan membeberkan informasi demi kepentingan proses hukum.
Kasus ini membuka mata banyak pihak bahwa praktik judi online bukan hanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi, tetapi sudah berkembang dengan pola kerja sistematis dan bahkan menyerupai bisnis kecil.
Di tengah gempuran teknologi digital, aparat keamanan terus mengembangkan strategi guna menindak para pelaku dan jaringan yang lebih besar
Viva, Banyumas - Kasus penggerebekan lima pemain judi online di Yogyakarta memasuki babak baru. Polisi akhirnya mengungkap siapa sosok pelapor yang menyeret para pelaku ke hadapan hukum. Menariknya, pelapor bukanlah bandar yang merasa dirugikan, seperti yang ramai dibahas di media sosial.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Daerah Istimewa Yogyakarta, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Saprodin, menyatakan bahwa laporan tersebut murni berasal dari masyarakat.
"Bukan [bandar],” tegasnya pada Kamis, 7 Agustus 2025 yang dikutip dari akun Tiktok Polda Jogja. Ia juga menegaskan bahwa pihak kepolisian tidak memiliki hubungan atau kerja sama dengan pihak bandar judi online manapun.
Pernyataan ini sekaligus membantah narasi yang beredar luas di media sosial, yang menyebut bahwa kelima pemain ditangkap karena merugikan bandar melalui cara bermain yang dianggap ‘curang’.
Menurut Saprodin, informasi tersebut tidak akurat. “Itu [merugikan bandar] asumsi dari mana? Yang beredar di media sosial itu kan membias,” ujarnya. Pengungkapan kasus ini bermula dari penggerebekan sebuah rumah kontrakan di wilayah Kapanewon Banguntapan, Kabupaten Bantul. Rumah tersebut disulap menjadi markas besar operasi judi online yang dijalankan secara sistematis.
Polisi menangkap lima orang, yakni RDS (32), EN (31), DA (22) asal Bantul, serta NF (25) dari Kebumen dan PA (24) dari Magelang, Jawa Tengah. RDS disebut sebagai otak di balik operasi ini.
Ia tidak hanya merekrut karyawan, tetapi juga menyiapkan perangkat, mengelola link situs judi online, dan memanfaatkan promosi dari berbagai platform untuk meraup keuntungan.
Kepala Subdirektorat V Siber Polda DIY, AKBP Slamet Riyanto, menyebut bahwa RDS dan timnya memanfaatkan celah algoritma situs judi online untuk mendapatkan profit besar.
“Mereka bukan bandar. Mereka adalah pemain yang memanfaatkan sistem untuk keuntungan sendiri,” ungkap Slamet dalam konferensi pers, Rabu, 6 Agustus 2025.
Aktivitas mereka tergolong canggih dan terorganisir, sehingga butuh waktu untuk membongkar keseluruhan operasinya. Sementara itu, pihak kepolisian belum mengungkap detail lebih lanjut terkait upaya penelusuran terhadap para bandar yang sesungguhnya.
Penyelidikan masih berlangsung, dan polisi enggan membeberkan informasi demi kepentingan proses hukum.
Kasus ini membuka mata banyak pihak bahwa praktik judi online bukan hanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi, tetapi sudah berkembang dengan pola kerja sistematis dan bahkan menyerupai bisnis kecil.
Di tengah gempuran teknologi digital, aparat keamanan terus mengembangkan strategi guna menindak para pelaku dan jaringan yang lebih besar