Gaji Ipda Haris Tersangka Pembunuhan Brigadir Nurhadi Disorot Usai Sewakan Wanita di Gili, Padahal Sudah Berkeluarga
- Tiktok @oposan.62
Viva, Banyumas - Nama Ipda Haris Chandra, anggota Propam Polda NTB, tengah menjadi sorotan publik setelah terseret dalam kasus pembunuhan Brigadir Muhammad Nurhadi. Tak hanya itu, gaji sebagai aparat kepolisian dan kisah hidup pribadinya yang melibatkan seorang wanita cantik berinisial MP di Gili Trawangan juga ikut menyeret perhatian.
Skandal kematian Brigadir ini bermula saat Ipda Haris dan Kompol I Made Yogi menggelar pesta narkoba di sebuah villa privat kawasan Gili Trawangan, Lombok Utara. Dalam pesta tersebut, mereka membawa dua wanita, salah satunya adalah MP, teman kencan Ipda Haris.
Brigadir Nurhadi, yang juga ikut hadir, disebut-sebut sempat mendekati MP. Tak terima dengan sikap bawahannya itu, Haris diduga melakukan tindak kekerasan yang berujung pada kematian Nurhadi.
Yang menjadi perhatian publik bukan hanya tindak kriminalnya, tetapi juga gaya hidup Ipda Haris yang dinilai mewah. Meski sudah berkeluarga, ia mampu menyewa seorang wanita untuk menemani malamnya di kawasan wisata eksklusif.
Hal ini menimbulkan pertanyaan besar: dari mana sumber dana Ipda Haris? Dan berapa gaji nya sebagai aparat kepolisian. Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2019, gaji seorang Inspektur Polisi Dua (Ipda) berkisar antara Rp2.735.300 hingga Rp4.425.200.
Angka tersebut belum termasuk tunjangan. Jika ditambahkan dengan tunjangan kinerja dan lainnya seperti tunjangan keluarga, jabatan, lauk pauk, serta daerah penempatan, maka total pendapatan bisa mencapai lebih dari Rp8 juta per bulan.
Namun, biaya menyewa villa mewah di Gili Trawangan dan membayar wanita penghibur bukan angka kecil.
Hal ini membuat publik mempertanyakan kemungkinan adanya penghasilan di luar gaji resmi yang diperoleh Ipda Haris. Apalagi, posisinya sebagai anggota Propam yang seharusnya menjadi pengawas internal Polri, justru menjadi pelaku pelanggaran berat.
Kehidupan mewah yang tak sebanding dengan penghasilan resmi polisi memang menjadi isu lama di tubuh kepolisian. Kasus Ipda Haris kembali membuka diskusi publik tentang transparansi pendapatan anggota Polri dan gaya hidup aparat yang kerap tak sejalan dengan nilai-nilai kepatutan.
Saat ini, Ipda Haris telah diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH) dan tengah menjalani penahanan di sel khusus. Upaya banding yang diajukan juga telah ditolak oleh Komisi Banding Polda NTB.
Sementara itu, MP masih berstatus sebagai saksi, tanpa penetapan tersangka. Skandal ini tak hanya mencoreng institusi Polri, tetapi juga menyisakan tanda tanya besar soal etika, moralitas, dan keseimbangan antara pendapatan dengan gaya hidup mewah para aparat penegak hukum
Viva, Banyumas - Nama Ipda Haris Chandra, anggota Propam Polda NTB, tengah menjadi sorotan publik setelah terseret dalam kasus pembunuhan Brigadir Muhammad Nurhadi. Tak hanya itu, gaji sebagai aparat kepolisian dan kisah hidup pribadinya yang melibatkan seorang wanita cantik berinisial MP di Gili Trawangan juga ikut menyeret perhatian.
Skandal kematian Brigadir ini bermula saat Ipda Haris dan Kompol I Made Yogi menggelar pesta narkoba di sebuah villa privat kawasan Gili Trawangan, Lombok Utara. Dalam pesta tersebut, mereka membawa dua wanita, salah satunya adalah MP, teman kencan Ipda Haris.
Brigadir Nurhadi, yang juga ikut hadir, disebut-sebut sempat mendekati MP. Tak terima dengan sikap bawahannya itu, Haris diduga melakukan tindak kekerasan yang berujung pada kematian Nurhadi.
Yang menjadi perhatian publik bukan hanya tindak kriminalnya, tetapi juga gaya hidup Ipda Haris yang dinilai mewah. Meski sudah berkeluarga, ia mampu menyewa seorang wanita untuk menemani malamnya di kawasan wisata eksklusif.
Hal ini menimbulkan pertanyaan besar: dari mana sumber dana Ipda Haris? Dan berapa gaji nya sebagai aparat kepolisian. Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2019, gaji seorang Inspektur Polisi Dua (Ipda) berkisar antara Rp2.735.300 hingga Rp4.425.200.
Angka tersebut belum termasuk tunjangan. Jika ditambahkan dengan tunjangan kinerja dan lainnya seperti tunjangan keluarga, jabatan, lauk pauk, serta daerah penempatan, maka total pendapatan bisa mencapai lebih dari Rp8 juta per bulan.
Namun, biaya menyewa villa mewah di Gili Trawangan dan membayar wanita penghibur bukan angka kecil.
Hal ini membuat publik mempertanyakan kemungkinan adanya penghasilan di luar gaji resmi yang diperoleh Ipda Haris. Apalagi, posisinya sebagai anggota Propam yang seharusnya menjadi pengawas internal Polri, justru menjadi pelaku pelanggaran berat.
Kehidupan mewah yang tak sebanding dengan penghasilan resmi polisi memang menjadi isu lama di tubuh kepolisian. Kasus Ipda Haris kembali membuka diskusi publik tentang transparansi pendapatan anggota Polri dan gaya hidup aparat yang kerap tak sejalan dengan nilai-nilai kepatutan.
Saat ini, Ipda Haris telah diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH) dan tengah menjalani penahanan di sel khusus. Upaya banding yang diajukan juga telah ditolak oleh Komisi Banding Polda NTB.
Sementara itu, MP masih berstatus sebagai saksi, tanpa penetapan tersangka. Skandal ini tak hanya mencoreng institusi Polri, tetapi juga menyisakan tanda tanya besar soal etika, moralitas, dan keseimbangan antara pendapatan dengan gaya hidup mewah para aparat penegak hukum