Skandal Beras Oplosan Rp99 Triliun,Fakta Mengerikan di Balik 268 Merek yang Diuji

Mentan Ungkap Beras Tidak Sesuai Mutu
Sumber :
  • instagram @a.amran_sulaiman

Viva, Banyumas - Masyarakat Indonesia dikejutkan oleh temuan skandal beras oplosan yang diduga dilakukan oleh sejumlah produsen besar. Dari 268 merek beras yang diuji oleh pemerintah, ditemukan fakta mencengangkan: mayoritas beras yang beredar di pasaran tidak sesuai dengan mutu yang seharusnya.

Menurut laporan resmi Menteri Pertanian Amran Sulaiman pada Jumat (11/7/2025) , hasil pengujian terhadap ratusan merek beras menunjukkan bahwa 85,56persen tidak sesuai standar mutu, 59,78persen dijual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), dan 21persen tidak sesuai dengan berat kemasan yang tercantum.

Beras oplosan ini disebut-sebut berasal dari produsen besar, termasuk Wilmar Group (pemilik merek Sania, Sovia, Fortune), Food Station Tjipinang Jaya, Belitang Panen Raya, dan Sentosa Utama Lestari yang merupakan bagian dari Japfa Group.

Keempat nama ini kini tengah diperiksa aparat kepolisian. Skandal ini terungkap setelah Satgas Pangan bersama Kementerian Pertanian melakukan pemeriksaan terhadap sampel beras dari berbagai daerah, mulai dari Aceh, Lampung, Yogyakarta, Sulawesi Selatan, Kalimantan, hingga Jabodetabek.

Pemeriksaan ini bertujuan menanggapi keresahan masyarakat terhadap lonjakan harga dan penurunan kualitas beras yang mereka konsumsi sehari-hari. Kerugian konsumen akibat praktik ini diperkirakan mencapai Rp99 triliun, sebuah angka yang sangat besar, terlebih di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang sedang sulit.

Banyak konsumen yang membeli beras mahal, namun ternyata mendapatkan produk berkualitas rendah dan tidak layak konsumsi. Produksi beras nasional sendiri sebenarnya mengalami kenaikan.

Data FAO tahun 2025 memproyeksikan produksi beras Indonesia mencapai 35,6 juta ton. Namun, praktik curang dan oplosan justru merusak pasar serta mencederai kepercayaan masyarakat terhadap sistem distribusi pangan nasional.

Masyarakat kini menunggu langkah tegas dari Kapolri dan Jaksa Agung yang telah menerima laporan resmi dari Kementan.

Akankah skandal ini benar-benar diusut hingga tuntas, atau justru kembali meredup tanpa kejelasan?

Viva, Banyumas - Masyarakat Indonesia dikejutkan oleh temuan skandal beras oplosan yang diduga dilakukan oleh sejumlah produsen besar. Dari 268 merek beras yang diuji oleh pemerintah, ditemukan fakta mencengangkan: mayoritas beras yang beredar di pasaran tidak sesuai dengan mutu yang seharusnya.

Menurut laporan resmi Menteri Pertanian Amran Sulaiman pada Jumat (11/7/2025) , hasil pengujian terhadap ratusan merek beras menunjukkan bahwa 85,56persen tidak sesuai standar mutu, 59,78persen dijual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), dan 21persen tidak sesuai dengan berat kemasan yang tercantum.

Beras oplosan ini disebut-sebut berasal dari produsen besar, termasuk Wilmar Group (pemilik merek Sania, Sovia, Fortune), Food Station Tjipinang Jaya, Belitang Panen Raya, dan Sentosa Utama Lestari yang merupakan bagian dari Japfa Group.

Keempat nama ini kini tengah diperiksa aparat kepolisian. Skandal ini terungkap setelah Satgas Pangan bersama Kementerian Pertanian melakukan pemeriksaan terhadap sampel beras dari berbagai daerah, mulai dari Aceh, Lampung, Yogyakarta, Sulawesi Selatan, Kalimantan, hingga Jabodetabek.

Pemeriksaan ini bertujuan menanggapi keresahan masyarakat terhadap lonjakan harga dan penurunan kualitas beras yang mereka konsumsi sehari-hari. Kerugian konsumen akibat praktik ini diperkirakan mencapai Rp99 triliun, sebuah angka yang sangat besar, terlebih di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang sedang sulit.

Banyak konsumen yang membeli beras mahal, namun ternyata mendapatkan produk berkualitas rendah dan tidak layak konsumsi. Produksi beras nasional sendiri sebenarnya mengalami kenaikan.

Data FAO tahun 2025 memproyeksikan produksi beras Indonesia mencapai 35,6 juta ton. Namun, praktik curang dan oplosan justru merusak pasar serta mencederai kepercayaan masyarakat terhadap sistem distribusi pangan nasional.

Masyarakat kini menunggu langkah tegas dari Kapolri dan Jaksa Agung yang telah menerima laporan resmi dari Kementan.

Akankah skandal ini benar-benar diusut hingga tuntas, atau justru kembali meredup tanpa kejelasan?