Indonesia Beli Jagung dan Minyak dari AS, Demi Hindari Tarif Trump 32 Persen Mulai 1 Agustus 2025

Airlangga teken kesepakatan energi dan pangan di AS
Sumber :
  • instagram @airlanggahartarto_official

Viva, Banyumas - Pemerintah Indonesia tengah berupaya keras menghindari ancaman pemberlakuan tarif impor sebesar 32 persen oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Sebagai bagian dari diplomasi ekonomi, Indonesia telah menandatangani sejumlah kesepakatan impor strategis dengan pihak AS.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengonfirmasi bahwa Indonesia telah menyepakati pembelian berbagai komoditas penting dari Amerika Serikat, mulai dari produk energi seperti minyak hingga biji-bijian jagung.

Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya untuk melunakkan kebijakan proteksionis AS yang direncanakan mulai berlaku pada 1 Agustus 2025. Salah satu kesepakatan besar datang dari sektor energi. Perusahaan pelat merah PT Pertamina telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) untuk membeli LPG, bensin, dan minyak mentah dari Amerika Serikat.

Ini menjadi sinyal kuat bahwa Indonesia bersedia meningkatkan kerja sama dagang sebagai imbal balik penghapusan tarif ekspor yang tinggi. Selain itu, dua perusahaan swasta Indonesia, FKS Group dan Sorini Agro Asia Corporindo, juga telah menyepakati pembelian jagung dari Cargill, perusahaan agribisnis raksasa asal AS.

Nilai kesepakatan ini belum diumumkan secara resmi, namun diyakini cukup besar dan berpengaruh dalam strategi negosiasi. Airlangga, yang saat ini berada di Washington, menyebut bahwa Indonesia masih memiliki waktu hingga 1 Agustus untuk bernegosiasi.

"Kami melihat masih ada ruang untuk merespons surat dari pemerintah AS. Karena itu, kami manfaatkan waktu ini sebaik mungkin untuk mencari titik temu," ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta yang diwakili oleh juru bicara Kemenko Perekonomian, Haryo Limanseto.

Tarif Trump ini, bila diterapkan, dapat memberikan tekanan besar terhadap ekspor Indonesia ke AS, khususnya di sektor tekstil, otomotif, dan elektronik. Dengan potensi kerugian yang mencapai miliaran dolar, pemerintah tidak tinggal diam.