Wagub Banten Dimyati : Titip Menitip Siswa Hal yang Lumrah dan Wajar, Picu Kontroversi Netizen

Pernyataan Wakil Gubernur Banten menuai kontroversi
Sumber :
  • instagram @dimyati.natakusumah

Viva, Banyumas - Praktik titip-menitip siswa dalam Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) kembali menjadi sorotan publik. Kali ini, pernyataan Wakil Gubernur Banten, A Dimyati Natakusumah, menuai perdebatan setelah ia menyebut fenomena titip-menitip sebagai hal yang wajar dan lumrah terjadi dalam proses penerimaan murid baru.

Pernyataan tersebut disampaikan Dimyati pada Rabu, 2 Juli 2025, saat menanggapi pencopotan Wakil Ketua DPRD Banten, Budi Prayogo, yang diduga terlibat praktik menitip siswa dalam SPMB 2025. Dimyati menegaskan bahwa selama proses tersebut tidak merugikan negara atau melanggar aturan, maka tindakan menitip siswa oleh anggota dewan bukan sesuatu yang harus dibesar-besarkan.

Dimyati menuturkan dilansir dari laman Instagram @voktis.id Kalau menurut wagub Banten tersebut, problem soal titip-menitip itu lumrah saja. Biasanya, disposisi pejabat itu memang hal yang wajar, tergantung pemerintah menilainya.

Ia mencontohkan, banyak anggota legislatif yang hanya sekadar meneruskan aspirasi konstituen melalui surat disposisi. Menurutnya, surat rekomendasi atau disposisi itu tidak memiliki kekuatan untuk memastikan seorang siswa diterima. Semua keputusan akhir tetap menjadi kewenangan pihak eksekutif.

Dimyati menambahkan Budi Prayogo itu kan bukan unsur eksekutif. Beliau itu unsur legislatif, ya terserah eksekutif lah. Jadi eksekutif yang tanggung jawab. Kalau pihaknya tidak ada (titip-menitip), ya tidak boleh diterima.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa menyalurkan aspirasi konstituen dalam bentuk surat pengantar atau disposisi bukanlah tindakan yang otomatis mengarah pada praktik korupsi, kolusi, atau nepotisme.

Namun, ia juga menekankan perlunya transparansi dan pengawasan ketat agar proses SPMB tetap objektif dan adil bagi seluruh peserta. Pernyataan Wakil Gubernur Banten ini menuai berbagai respons di media sosial. Sebagian publik menilai komentar tersebut terkesan melegitimasi praktik yang berpotensi mencederai prinsip meritokrasi dan keadilan dalam pendidikan.