Bukan Sekadar Cuci Keris! Ini Makna Tersembunyi di Balik Tradisi Jamasan yang Mulai Dilirik Dunia Modern
- Museum Sonobudoyo Yogyakarta
VIVA, Banyumas – Di tengah arus kehidupan modern yang serba instan dan digital, masih ada tradisi yang bertahan dengan keanggunannya yakni Tradisi Jamasan Pusaka.
Sebuah ritual yang tak hanya membersihkan fisik benda pusaka, tetapi juga menjadi simbol penyucian batin, penghormatan terhadap sejarah, dan pengikat spiritual antara generasi masa kini dengan masa lalu.
Bagi masyarakat Jawa, terutama di Yogyakarta, tradisi ini bukan sekadar rutinitas tahunan, melainkan bentuk kepercayaan, budaya, dan jati diri yang terus hidup.
Apa Itu Tradisi Jamasan?
Dilansir dari Museum Sonobudoyo Yogyakarta, Jamasan Pusaka, atau biasa juga disebut Siraman Pusaka, adalah prosesi penyucian benda-benda keramat milik keraton seperti keris, tombak, gamelan, hingga kereta kencana.
Tradisi ini umumnya dilaksanakan pada bulan Suro, bulan pertama dalam kalender Jawa, yang bertepatan dengan Muharram dalam kalender Hijriah.
Momentum hari Selasa Kliwon atau Jumat Kliwon dipilih karena diyakini memiliki kekuatan spiritual tinggi.
Proses Sakral dalam Keheningan
Proses jamasan tidak dilakukan sembarangan. Di Keraton Yogyakarta, upacara biasanya dimulai dari Jamasan Tumbak Kanjeng Kiai Ageng Plered, salah satu pusaka paling dihormati.
Para abdi dalem membersihkan pusaka dengan air bunga dan doa-doa khusus.
Setiap gerakan dilakukan dengan penuh kehati-hatian, mencerminkan kedalaman makna dari ritual ini.
Bahkan air bekas jamasan pun dianggap suci dan diyakini membawa berkah oleh masyarakat.
Makna Filosofis Jamasan
Lebih dari sekadar pembersihan fisik, Tradisi Jamasan adalah simbol pembersihan batin.
Ia mengajarkan bahwa manusia pun perlu menyucikan diri, menjaga nilai-nilai luhur seperti keberanian, kesetiaan, dan pengabdian.
Benda pusaka bukan hanya artefak, mereka adalah saksi sejarah dan representasi identitas kultural.
Warisan yang Menghidupkan Generasi Muda
Menariknya, tradisi ini kini juga menjadi sarana edukasi dan pelestarian budaya.
Generasi muda, pelajar, hingga wisatawan mancanegara banyak yang hadir menyaksikan langsung.
Meski diabadikan lewat kamera digital, nuansa khidmat dan sakral tetap terasa.
Tradisi Jamasan Pusaka adalah warisan luhur yang mengajarkan bahwa di balik benda diam, ada suara sejarah yang tetap berbicara.