Cucu Luhut Pandjaitan Daftar Beasiswa Diam Diam, Tiba Tiba Wawancara di New York!
- instagram @luhut.pandjaitan
Viva, Banyumas - Keberhasilan Faye Hasian Simanjuntak, cucu Luhut Pandjaitan, dalam meraih beasiswa internasional mencuri perhatian publik. Faye diam-diam daftar beasiswa Schwarzman Scholars tanpa memberi tahu keluarga satu pun. Proses ini ia jalani secara mandiri, hingga tiba-tiba muncul kabar bahwa dirinya harus terbang ke New York untuk mengikuti wawancara penting dalam tahap seleksi program tersebut. Sebagai cucu Luhut Pandjaitan, Faye justru tidak memanfaatkan pengaruh keluarga saat daftar beasiswa elite dunia.
Ia memilih jalur diam-diam, menjalani semua prosedur seleksi secara mandiri. Kejutannya makin besar ketika ia tiba-tiba memberi tahu keluarga bahwa ia terpilih untuk wawancara langsung di New York, tanpa pernah sebelumnya membahas rencananya. Langkah Faye yang diam-diam daftar beasiswa menjadi cerita inspiratif tersendiri, terutama karena ia adalah cucu Luhut Pandjaitan yang dikenal publik.
Keputusan Faye yang tiba-tiba mengikuti wawancara di New York menandai keberanian dan tekadnya untuk meraih impian lewat jalur independen. Kisah ini menjadi bukti bahwa semangat dan kerja keras bisa membawa hasil luar biasa, bahkan tanpa publikasi besar. Langkah berani Faye mengundang decak kagum, terutama dari sang kakek, Luhut Binsar Pandjaitan.
Dalam unggahan Instagram resminya, Luhut menulis bahwa Faye tidak meminta rekomendasi dari satu pun anggota keluarga.
Tiba-tiba, ia muncul dengan kabar mengejutkan: dirinya telah lolos tahap awal dan akan menghadiri sesi wawancara di New York, dengan seluruh biaya ditanggung pihak penyelenggara. Kisah diam-diam ini menjadi bukti tekad kuat Faye dalam meraih impiannya tanpa mengandalkan nama besar keluarga.
Program Schwarzman Scholars sendiri hanya menerima sekitar 3-5% dari total pelamar dunia setiap tahunnya.
Dari puluhan ribu pelamar, hanya sekitar 100–200 peserta yang terpilih. Maka, keberhasilan Faye sebagai turis akademik Indonesia yang diterima di Tsinghua University menjadi prestasi luar biasa.
Tak heran, saat namanya dipanggil dalam upacara kelulusan, air mata haru jatuh dari wajah sang opung, Luhut.
Misteri proses seleksi yang dilalui Faye mencerminkan dedikasi luar biasa dalam mengejar beasiswa internasional.
Selain menjadi bukti kapasitas intelektualnya, keberhasilan ini membuka jejaring global di antara para sarjana dunia lintas budaya.
Di angkatan Faye, terdapat peserta dari Amerika Serikat, Korea Selatan, Australia, Jepang, hingga Afrika. Kisah Faye bukan hanya tentang prestasi akademik, tapi juga tentang kemandirian, keberanian, dan dedikasi.
Semoga semakin banyak generasi muda Indonesia yang terinspirasi mengikuti jejak Faye Simanjuntak, mengharumkan nama bangsa di panggung dunia, dan menembus universitas elite seperti Tsinghua University melalui program beasiswa bergengsi
Viva, Banyumas - Keberhasilan Faye Hasian Simanjuntak, cucu Luhut Pandjaitan, dalam meraih beasiswa internasional mencuri perhatian publik. Faye diam-diam daftar beasiswa Schwarzman Scholars tanpa memberi tahu keluarga satu pun. Proses ini ia jalani secara mandiri, hingga tiba-tiba muncul kabar bahwa dirinya harus terbang ke New York untuk mengikuti wawancara penting dalam tahap seleksi program tersebut. Sebagai cucu Luhut Pandjaitan, Faye justru tidak memanfaatkan pengaruh keluarga saat daftar beasiswa elite dunia.
Ia memilih jalur diam-diam, menjalani semua prosedur seleksi secara mandiri. Kejutannya makin besar ketika ia tiba-tiba memberi tahu keluarga bahwa ia terpilih untuk wawancara langsung di New York, tanpa pernah sebelumnya membahas rencananya. Langkah Faye yang diam-diam daftar beasiswa menjadi cerita inspiratif tersendiri, terutama karena ia adalah cucu Luhut Pandjaitan yang dikenal publik.
Keputusan Faye yang tiba-tiba mengikuti wawancara di New York menandai keberanian dan tekadnya untuk meraih impian lewat jalur independen. Kisah ini menjadi bukti bahwa semangat dan kerja keras bisa membawa hasil luar biasa, bahkan tanpa publikasi besar. Langkah berani Faye mengundang decak kagum, terutama dari sang kakek, Luhut Binsar Pandjaitan.
Dalam unggahan Instagram resminya, Luhut menulis bahwa Faye tidak meminta rekomendasi dari satu pun anggota keluarga.
Tiba-tiba, ia muncul dengan kabar mengejutkan: dirinya telah lolos tahap awal dan akan menghadiri sesi wawancara di New York, dengan seluruh biaya ditanggung pihak penyelenggara. Kisah diam-diam ini menjadi bukti tekad kuat Faye dalam meraih impiannya tanpa mengandalkan nama besar keluarga.
Program Schwarzman Scholars sendiri hanya menerima sekitar 3-5% dari total pelamar dunia setiap tahunnya.
Dari puluhan ribu pelamar, hanya sekitar 100–200 peserta yang terpilih. Maka, keberhasilan Faye sebagai turis akademik Indonesia yang diterima di Tsinghua University menjadi prestasi luar biasa.
Tak heran, saat namanya dipanggil dalam upacara kelulusan, air mata haru jatuh dari wajah sang opung, Luhut.
Misteri proses seleksi yang dilalui Faye mencerminkan dedikasi luar biasa dalam mengejar beasiswa internasional.
Selain menjadi bukti kapasitas intelektualnya, keberhasilan ini membuka jejaring global di antara para sarjana dunia lintas budaya.
Di angkatan Faye, terdapat peserta dari Amerika Serikat, Korea Selatan, Australia, Jepang, hingga Afrika. Kisah Faye bukan hanya tentang prestasi akademik, tapi juga tentang kemandirian, keberanian, dan dedikasi.
Semoga semakin banyak generasi muda Indonesia yang terinspirasi mengikuti jejak Faye Simanjuntak, mengharumkan nama bangsa di panggung dunia, dan menembus universitas elite seperti Tsinghua University melalui program beasiswa bergengsi