Sengketa 13 Pulau Trenggalek vs Tulungagung, Siapa Punya Hak?
- pexel @Flo Dahm
Viva, Banyumas - Sengketa 13 pulau antara Kabupaten Trenggalek dan Tulungagung di pesisir selatan Jawa Timur kini menarik perhatian publik nasional. Perselisihan ini bermula dari klaim tumpang tindih atas sejumlah pulau yang dianggap memiliki nilai strategis dan administratif.
Kedua daerah saling mengklaim wilayah tersebut sebagai bagian dari batas administratifnya, yang memicu ketegangan antarpemerintah daerah. Pemerintah pusat, melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), telah turun tangan untuk menangani sengketa 13 pulau ini secara hati-hati dan menyeluruh.
Kemendagri saat ini masih mengkaji data historis, peta lama, serta dokumen administratif yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Trenggalek dan Tulungagung guna memastikan keabsahan masing-masing klaim.
Proses ini dilakukan agar tidak menimbulkan keputusan sepihak yang bisa memicu konflik sosial di kemudian hari. Kedua daerah, Trenggalek dan Tulungagung, diharapkan dapat menjalin komunikasi yang konstruktif selama penanganan sengketa 13 pulau berlangsung.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur juga diharapkan berperan sebagai mediator guna mencegah eskalasi ketegangan. Dengan pendekatan yang adil dan berbasis bukti hukum, diharapkan persoalan ini bisa diselesaikan secara damai dan memperjelas batas wilayah kedua kabupaten.
Pulau-pulau yang disengketakan antara lain Pulau Anak Tamengan, Anakan, Boyolangu, Jewuwur, Karangpegat, serta sejumlah gugusan pulau kecil seperti Solimo dan Sruwi.
Ketegangan meningkat setelah Pemerintah Kabupaten Tulungagung menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), yang memasukkan pulau-pulau tersebut ke dalam wilayah administratifnya. Padahal, selama ini pulau-pulau itu juga diklaim oleh Pemerintah Kabupaten Trenggalek.
Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya, menyatakan bahwa Kemendagri sedang menelusuri dokumen legal, peta lama, serta arsip-arsip administrasi yang dapat memperkuat posisi hukum masing-masing kabupaten.
Ia menegaskan bahwa pemerintah pusat sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan, karena sengketa wilayah serupa pernah terjadi di Aceh dan menimbulkan konflik sosial berkepanjangan.
Dilansir dari laman Instagram @inijawatimur, Bima Arya dalam keterangan resmi mengatakan ia tidak ingin membuat keputusan sepihak yang berujung pada ketegangan antar daerah.
Penelaahan data harus dilakukan secara adil dan menyeluruh. Pemerintah Provinsi Jawa Timur pun ikut diminta untuk memfasilitasi komunikasi dan koordinasi antara kedua pemerintah kabupaten.
Langkah ini penting agar persoalan dapat diselesaikan secara administratif tanpa perlu melibatkan jalur hukum yang panjang. Sengketa kepemilikan pulau ini menjadi pengingat bahwa penataan wilayah administratif yang akurat dan berbasis data historis sangat penting.
Dengan pendekatan kolaboratif dan transparan, diharapkan masalah ini dapat diselesaikan tanpa menimbulkan gejolak baru di wilayah pesisir selatan Jawa Timur
Viva, Banyumas - Sengketa 13 pulau antara Kabupaten Trenggalek dan Tulungagung di pesisir selatan Jawa Timur kini menarik perhatian publik nasional. Perselisihan ini bermula dari klaim tumpang tindih atas sejumlah pulau yang dianggap memiliki nilai strategis dan administratif.
Kedua daerah saling mengklaim wilayah tersebut sebagai bagian dari batas administratifnya, yang memicu ketegangan antarpemerintah daerah. Pemerintah pusat, melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), telah turun tangan untuk menangani sengketa 13 pulau ini secara hati-hati dan menyeluruh.
Kemendagri saat ini masih mengkaji data historis, peta lama, serta dokumen administratif yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Trenggalek dan Tulungagung guna memastikan keabsahan masing-masing klaim.
Proses ini dilakukan agar tidak menimbulkan keputusan sepihak yang bisa memicu konflik sosial di kemudian hari. Kedua daerah, Trenggalek dan Tulungagung, diharapkan dapat menjalin komunikasi yang konstruktif selama penanganan sengketa 13 pulau berlangsung.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur juga diharapkan berperan sebagai mediator guna mencegah eskalasi ketegangan. Dengan pendekatan yang adil dan berbasis bukti hukum, diharapkan persoalan ini bisa diselesaikan secara damai dan memperjelas batas wilayah kedua kabupaten.
Pulau-pulau yang disengketakan antara lain Pulau Anak Tamengan, Anakan, Boyolangu, Jewuwur, Karangpegat, serta sejumlah gugusan pulau kecil seperti Solimo dan Sruwi.
Ketegangan meningkat setelah Pemerintah Kabupaten Tulungagung menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), yang memasukkan pulau-pulau tersebut ke dalam wilayah administratifnya. Padahal, selama ini pulau-pulau itu juga diklaim oleh Pemerintah Kabupaten Trenggalek.
Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya, menyatakan bahwa Kemendagri sedang menelusuri dokumen legal, peta lama, serta arsip-arsip administrasi yang dapat memperkuat posisi hukum masing-masing kabupaten.
Ia menegaskan bahwa pemerintah pusat sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan, karena sengketa wilayah serupa pernah terjadi di Aceh dan menimbulkan konflik sosial berkepanjangan.
Dilansir dari laman Instagram @inijawatimur, Bima Arya dalam keterangan resmi mengatakan ia tidak ingin membuat keputusan sepihak yang berujung pada ketegangan antar daerah.
Penelaahan data harus dilakukan secara adil dan menyeluruh. Pemerintah Provinsi Jawa Timur pun ikut diminta untuk memfasilitasi komunikasi dan koordinasi antara kedua pemerintah kabupaten.
Langkah ini penting agar persoalan dapat diselesaikan secara administratif tanpa perlu melibatkan jalur hukum yang panjang. Sengketa kepemilikan pulau ini menjadi pengingat bahwa penataan wilayah administratif yang akurat dan berbasis data historis sangat penting.
Dengan pendekatan kolaboratif dan transparan, diharapkan masalah ini dapat diselesaikan tanpa menimbulkan gejolak baru di wilayah pesisir selatan Jawa Timur