Salatiga Tak Punya Wisata Alam? Desa Wisata Jadi Jurus Pamungkas!

Festival Memedi Sawah ramai pengunjung
Sumber :
  • instagram @humaskotasalatiga

Viva, Banyumas - Meski Salatiga tak punya wisata alam seperti pantai atau gunung yang lazim menjadi daya tarik utama sebuah destinasi, kota ini justru menemukan jurus pamungkas dalam sektor pariwisatanya. Keterbatasan tersebut dimanfaatkan sebagai peluang emas untuk mengembangkan desa wisata yang berakar dari potensi lokal dan budaya masyarakat.

Alih-alih mengandalkan alam, Salatiga menjadikan kreativitas dan partisipasi warga sebagai daya tarik utama. Pemerintah Kota Salatiga tak tinggal diam meski wisata alam bukan keunggulan utama.

Dengan mengusung konsep desa wisata berbasis masyarakat, mereka menggandeng berbagai pihak melalui pendekatan kolaboratif untuk menciptakan pengalaman wisata yang otentik. Desa wisata dinilai menjadi jurus pamungkas yang mampu menggerakkan ekonomi lokal, melestarikan budaya, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dilansir dari Laman Instagram Humas Kota Salatigas, Salah satu wujud nyata keberhasilan strategi ini tampak pada gelaran festival budaya seperti Festival Memedi Sawah.

Di tengah kondisi bahwa Salatiga tak punya wisata alam, kegiatan seperti ini membuktikan bahwa desa wisata adalah solusi jitu dan jurus pamungkas dalam memajukan sektor pariwisata daerah.

Dengan mengangkat kearifan lokal, Salatiga perlahan menegaskan eksistensinya di peta wisata Jawa Tengah. Strategi ini diperkuat dalam gelaran Festival Memedi Sawah (Mewah) yang digelar di Pasar Sitalang, Kauman Kidul, Sabtu (21/6/2025). Acara yang menampilkan parade drumblek, pertunjukan Reog, flashmob, fashion show, hingga penampilan memedi sawah dari beberapa negara sahabat, menjadi bukti potensi pariwisata budaya yang dimiliki Salatiga.

Wali Kota Salatiga, Robby Hernawan, menegaskan bahwa desa wisata merupakan wajah baru pariwisata Salatiga, menggantikan kekosongan wisata alam. Dalam festival ini, Agrowisata Sitalang menjadi sorotan utama.

Selama lima tahun terakhir, kawasan ini telah membuktikan diri sebagai pusat kegiatan budaya dan ekonomi warga. Dengan pendekatan pentahelix—kolaborasi antara pemerintah, akademisi, pelaku usaha, komunitas, dan media—desa wisata bukan hanya memperkaya destinasi wisata, tapi juga menjadi ruang pelestarian kearifan lokal.

Tradisi memedi sawah yang dulu hanya dianggap alat pengusir hama, kini diangkat sebagai simbol kreativitas, spiritualitas, dan daya tarik wisata edukatif. Wali Kota Robby berharap festival seperti ini bisa menjadi agenda tahunan dan masuk dalam kalender event Jawa Tengah.

Ia juga mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk "nyengkuyung" atau bergotong royong dalam mendukung pengembangan desa wisata. Langkah ini diyakini akan menjadikan Salatiga sebagai kota wisata budaya yang mendunia, meski tanpa wisata alam sekalipun

Viva, Banyumas - Meski Salatiga tak punya wisata alam seperti pantai atau gunung yang lazim menjadi daya tarik utama sebuah destinasi, kota ini justru menemukan jurus pamungkas dalam sektor pariwisatanya. Keterbatasan tersebut dimanfaatkan sebagai peluang emas untuk mengembangkan desa wisata yang berakar dari potensi lokal dan budaya masyarakat.

Alih-alih mengandalkan alam, Salatiga menjadikan kreativitas dan partisipasi warga sebagai daya tarik utama. Pemerintah Kota Salatiga tak tinggal diam meski wisata alam bukan keunggulan utama.

Dengan mengusung konsep desa wisata berbasis masyarakat, mereka menggandeng berbagai pihak melalui pendekatan kolaboratif untuk menciptakan pengalaman wisata yang otentik. Desa wisata dinilai menjadi jurus pamungkas yang mampu menggerakkan ekonomi lokal, melestarikan budaya, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dilansir dari Laman Instagram Humas Kota Salatigas, Salah satu wujud nyata keberhasilan strategi ini tampak pada gelaran festival budaya seperti Festival Memedi Sawah.

Di tengah kondisi bahwa Salatiga tak punya wisata alam, kegiatan seperti ini membuktikan bahwa desa wisata adalah solusi jitu dan jurus pamungkas dalam memajukan sektor pariwisata daerah.

Dengan mengangkat kearifan lokal, Salatiga perlahan menegaskan eksistensinya di peta wisata Jawa Tengah. Strategi ini diperkuat dalam gelaran Festival Memedi Sawah (Mewah) yang digelar di Pasar Sitalang, Kauman Kidul, Sabtu (21/6/2025). Acara yang menampilkan parade drumblek, pertunjukan Reog, flashmob, fashion show, hingga penampilan memedi sawah dari beberapa negara sahabat, menjadi bukti potensi pariwisata budaya yang dimiliki Salatiga.

Wali Kota Salatiga, Robby Hernawan, menegaskan bahwa desa wisata merupakan wajah baru pariwisata Salatiga, menggantikan kekosongan wisata alam. Dalam festival ini, Agrowisata Sitalang menjadi sorotan utama.

Selama lima tahun terakhir, kawasan ini telah membuktikan diri sebagai pusat kegiatan budaya dan ekonomi warga. Dengan pendekatan pentahelix—kolaborasi antara pemerintah, akademisi, pelaku usaha, komunitas, dan media—desa wisata bukan hanya memperkaya destinasi wisata, tapi juga menjadi ruang pelestarian kearifan lokal.

Tradisi memedi sawah yang dulu hanya dianggap alat pengusir hama, kini diangkat sebagai simbol kreativitas, spiritualitas, dan daya tarik wisata edukatif. Wali Kota Robby berharap festival seperti ini bisa menjadi agenda tahunan dan masuk dalam kalender event Jawa Tengah.

Ia juga mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk "nyengkuyung" atau bergotong royong dalam mendukung pengembangan desa wisata. Langkah ini diyakini akan menjadikan Salatiga sebagai kota wisata budaya yang mendunia, meski tanpa wisata alam sekalipun