Anggaran UHC Direfokusing, 60 Ribu Warga Kendal Bisa Kehilangan Layanan Gratis

Ilustrasi Program UHC Kendal terancam tak berjalan maksimal
Sumber :
  • pexel @pixabay

Viva, Banyumas - Kabar kurang menyenangkan datang dari sektor kesehatan di Kabupaten Kendal. Program Universal Health Coverage (UHC) yang selama ini menjadi tumpuan warga untuk mendapatkan layanan kesehatan gratis, kini menghadapi ancaman serius.

Hal ini terjadi setelah anggaran untuk program tersebut resmi direfokusing menyusul terbitnya Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 18 Tahun 2025 tentang efisiensi anggaran daerah.

Refokusing ini memicu keprihatinan banyak pihak karena anggaran yang dipotong selama ini digunakan untuk membiayai pengobatan sekitar 60 ribu warga Kendal setiap bulannya.

Jika anggaran tersebut benar-benar tidak dikembalikan atau tidak ada alternatif pembiayaan lain, maka ribuan warga akan kehilangan akses terhadap layanan kesehatan gratis yang selama ini mereka andalkan.

Dilansir dari laman Instagram @infokejadiankendal, Ketua DPRD Kendal, Mahfud Sodik, menyayangkan keputusan tersebut. Ia menilai, refokusing anggaran UHC berisiko menimbulkan ketidaksetaraan dalam layanan kesehatan.

Mahfud menegaskan Ini bukan jumlah yang kecil! 60 ribu warga bisa kehilangan hak berobat gratis. Ia meminta agar Pemkab Kendal mencari solusi agar keberlangsungan UHC tetap terjamin.

Program UHC sebelumnya telah berhasil menekan angka kesakitan masyarakat Kendal, khususnya dari kalangan ekonomi menengah ke bawah.

Banyak warga yang mengandalkan UHC untuk berobat tanpa harus memikirkan beban biaya. Oleh karena itu, refokusing anggaran UHC Kendal menjadi pukulan telak bagi upaya pemerataan akses kesehatan.

Pemerintah Kabupaten Kendal belum memberikan pernyataan resmi soal langkah tindak lanjut atas kondisi ini.

Namun, desakan dari legislatif dan masyarakat terus menguat agar UHC tetap berjalan tanpa terganggu oleh kebijakan efisiensi anggaran.

Jika tidak segera ditangani, krisis ini dikhawatirkan akan memperparah kesenjangan pelayanan kesehatan di Kendal. Program UHC yang semula menjadi simbol keadilan sosial, bisa berubah menjadi beban baru bagi masyarakat yang selama ini bergantung padanya

Viva, Banyumas - Kabar kurang menyenangkan datang dari sektor kesehatan di Kabupaten Kendal. Program Universal Health Coverage (UHC) yang selama ini menjadi tumpuan warga untuk mendapatkan layanan kesehatan gratis, kini menghadapi ancaman serius.

Hal ini terjadi setelah anggaran untuk program tersebut resmi direfokusing menyusul terbitnya Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 18 Tahun 2025 tentang efisiensi anggaran daerah.

Refokusing ini memicu keprihatinan banyak pihak karena anggaran yang dipotong selama ini digunakan untuk membiayai pengobatan sekitar 60 ribu warga Kendal setiap bulannya.

Jika anggaran tersebut benar-benar tidak dikembalikan atau tidak ada alternatif pembiayaan lain, maka ribuan warga akan kehilangan akses terhadap layanan kesehatan gratis yang selama ini mereka andalkan.

Dilansir dari laman Instagram @infokejadiankendal, Ketua DPRD Kendal, Mahfud Sodik, menyayangkan keputusan tersebut. Ia menilai, refokusing anggaran UHC berisiko menimbulkan ketidaksetaraan dalam layanan kesehatan.

Mahfud menegaskan Ini bukan jumlah yang kecil! 60 ribu warga bisa kehilangan hak berobat gratis. Ia meminta agar Pemkab Kendal mencari solusi agar keberlangsungan UHC tetap terjamin.

Program UHC sebelumnya telah berhasil menekan angka kesakitan masyarakat Kendal, khususnya dari kalangan ekonomi menengah ke bawah.

Banyak warga yang mengandalkan UHC untuk berobat tanpa harus memikirkan beban biaya. Oleh karena itu, refokusing anggaran UHC Kendal menjadi pukulan telak bagi upaya pemerataan akses kesehatan.

Pemerintah Kabupaten Kendal belum memberikan pernyataan resmi soal langkah tindak lanjut atas kondisi ini.

Namun, desakan dari legislatif dan masyarakat terus menguat agar UHC tetap berjalan tanpa terganggu oleh kebijakan efisiensi anggaran.

Jika tidak segera ditangani, krisis ini dikhawatirkan akan memperparah kesenjangan pelayanan kesehatan di Kendal. Program UHC yang semula menjadi simbol keadilan sosial, bisa berubah menjadi beban baru bagi masyarakat yang selama ini bergantung padanya