Buku Nikah Tertahan Kayim? Warga Pekaja Kalibagor Banyumas Bingung dan Resah!
- pexel @Reynaldo Yodia
Viva, Banyumas - Kasus yang menimpa warga Pekaja di Kecamatan Kalibagor, Kabupaten Banyumas, kembali memunculkan sorotan publik. Mereka mengaku sudah melangsungkan akad nikah, namun hingga kini buku nikah belum diterima.
Warga menduga dokumen tersebut tertahan Kayim yang menangani administrasi, membuat mereka merasa bingung dan resah atas proses yang tidak transparan. Proses pengurusan administrasi yang dialami warga Pekaja disebut-sebut tidak sesuai prosedur.
Mereka diarahkan untuk menggunakan jasa Kayim, meskipun awalnya ingin mengurus sendiri. Hal ini memperkuat dugaan bahwa buku nikah tertahan Kayim, sehingga warga di Kalibagor, Banyumas, merasa semakin bingung karena tidak mengetahui kapan hak mereka akan diberikan, dan resah dengan sistem yang tidak jelas.
Sampai saat ini, buku nikah yang seharusnya menjadi dokumen resmi pernikahan masih belum diberikan, dengan alasan yang tidak jelas. Warga Pekaja pun mempertanyakan kejelasan status berkas yang tertahan Kayim, dan mendesak pihak KUA Kalibagor, serta Kementerian Agama Banyumas, untuk segera menyelesaikan masalah ini.
Ketidakjelasan ini membuat mereka merasa resah dan bingung karena tidak tahu harus mengadu ke mana lagi. Pengaduan disampaikan secara resmi oleh warga ke platform aduan masyarakat Pemkab Banyumas.
Dalam laporannya, warga menyebut bahwa awalnya mereka ingin mengurus sendiri dokumen pernikahan seperti formulir N1 dan lainnya, namun pihak desa mewajibkan menggunakan jasa Kayim Pak Natham, tanpa ada pilihan lain.
Warga diminta membayar Rp250.000, namun tidak diberikan kwitansi sebagai bukti pembayaran.
Lebih lanjut, saat mendaftar ke KUA Kalibagor pada 15 Mei, berkas dari pihak desa ternyata belum dikirimkan. Warga harus menunggu lama hingga Pak Natham datang sendiri untuk menyerahkan dokumen tersebut. Dalam proses bimbingan pranikah, Kepala KUA menjelaskan bahwa Pak Natham merupakan agen resmi dari desa yang memang harus dibayar.
Namun sayangnya, tidak ada informasi jelas mengenai berkas yang harus dibawa ke KUA, sehingga warga harus bolak-balik melengkapi sendiri. Masalah berlanjut ketika semua berkas telah lengkap dan diserahkan ke KUA, namun ditolak dan diminta diserahkan lagi melalui Pak Natham.
Bahkan pada hari akad, warga tidak menerima buku nikah karena alasan berkas belum lengkap—padahal semua dokumen sudah diserahkan ke Pak Natham sebelumnya. Malam harinya, Pak Natham datang ke rumah pihak perempuan dan meminta amplop untuk penghulu, namun ditolak karena warga mengetahui bahwa hal tersebut tidak sesuai prosedur dan dapat dikategorikan sebagai gratifikasi.
Sesuai aturan resmi, biaya pernikahan di luar KUA hanya Rp600.000 sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), tanpa ada pungutan tambahan.
Hingga kini, buku nikah pasangan tersebut belum diterbitkan karena diduga tertahan oleh Kayim.
Warga berharap agar Kementerian Agama Kabupaten Banyumas segera menindaklanjuti kasus ini. Pihak Kemenag Banyumas pun merespons singkat, menyatakan bahwa aduan sudah diteruskan ke atasan untuk ditindaklanjuti
Viva, Banyumas - Kasus yang menimpa warga Pekaja di Kecamatan Kalibagor, Kabupaten Banyumas, kembali memunculkan sorotan publik. Mereka mengaku sudah melangsungkan akad nikah, namun hingga kini buku nikah belum diterima.
Warga menduga dokumen tersebut tertahan Kayim yang menangani administrasi, membuat mereka merasa bingung dan resah atas proses yang tidak transparan. Proses pengurusan administrasi yang dialami warga Pekaja disebut-sebut tidak sesuai prosedur.
Mereka diarahkan untuk menggunakan jasa Kayim, meskipun awalnya ingin mengurus sendiri. Hal ini memperkuat dugaan bahwa buku nikah tertahan Kayim, sehingga warga di Kalibagor, Banyumas, merasa semakin bingung karena tidak mengetahui kapan hak mereka akan diberikan, dan resah dengan sistem yang tidak jelas.
Sampai saat ini, buku nikah yang seharusnya menjadi dokumen resmi pernikahan masih belum diberikan, dengan alasan yang tidak jelas. Warga Pekaja pun mempertanyakan kejelasan status berkas yang tertahan Kayim, dan mendesak pihak KUA Kalibagor, serta Kementerian Agama Banyumas, untuk segera menyelesaikan masalah ini.
Ketidakjelasan ini membuat mereka merasa resah dan bingung karena tidak tahu harus mengadu ke mana lagi. Pengaduan disampaikan secara resmi oleh warga ke platform aduan masyarakat Pemkab Banyumas.
Dalam laporannya, warga menyebut bahwa awalnya mereka ingin mengurus sendiri dokumen pernikahan seperti formulir N1 dan lainnya, namun pihak desa mewajibkan menggunakan jasa Kayim Pak Natham, tanpa ada pilihan lain.
Warga diminta membayar Rp250.000, namun tidak diberikan kwitansi sebagai bukti pembayaran.
Lebih lanjut, saat mendaftar ke KUA Kalibagor pada 15 Mei, berkas dari pihak desa ternyata belum dikirimkan. Warga harus menunggu lama hingga Pak Natham datang sendiri untuk menyerahkan dokumen tersebut. Dalam proses bimbingan pranikah, Kepala KUA menjelaskan bahwa Pak Natham merupakan agen resmi dari desa yang memang harus dibayar.
Namun sayangnya, tidak ada informasi jelas mengenai berkas yang harus dibawa ke KUA, sehingga warga harus bolak-balik melengkapi sendiri. Masalah berlanjut ketika semua berkas telah lengkap dan diserahkan ke KUA, namun ditolak dan diminta diserahkan lagi melalui Pak Natham.
Bahkan pada hari akad, warga tidak menerima buku nikah karena alasan berkas belum lengkap—padahal semua dokumen sudah diserahkan ke Pak Natham sebelumnya. Malam harinya, Pak Natham datang ke rumah pihak perempuan dan meminta amplop untuk penghulu, namun ditolak karena warga mengetahui bahwa hal tersebut tidak sesuai prosedur dan dapat dikategorikan sebagai gratifikasi.
Sesuai aturan resmi, biaya pernikahan di luar KUA hanya Rp600.000 sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), tanpa ada pungutan tambahan.
Hingga kini, buku nikah pasangan tersebut belum diterbitkan karena diduga tertahan oleh Kayim.
Warga berharap agar Kementerian Agama Kabupaten Banyumas segera menindaklanjuti kasus ini. Pihak Kemenag Banyumas pun merespons singkat, menyatakan bahwa aduan sudah diteruskan ke atasan untuk ditindaklanjuti