Gunung Sewu Terancam! Warga Serbu DLH Jateng Tolak Tambang Batu
- pexel @Mica Asato
Viva, Banyumas - Puluhan warga dari enam desa di Kecamatan Pracimantoro, Wonogiri, serbu DLH Jateng pada Senin, 2 Juni 2025. Mereka menyuarakan penolakan terhadap rencana pembangunan pabrik semen dan tambang batu gamping yang akan beroperasi di wilayah karst Gunung Sewu. Aksi ini muncul sebagai respons atas kekhawatiran masyarakat terhadap dampak lingkungan yang serius dan perampasan lahan milik mereka.
Menurut para warga, keberadaan pabrik dan tambang batu tersebut akan mengancam kelestarian ekosistem Gunung Sewu, termasuk sumber mata air, flora, fauna, dan tanah pertanian. Mereka menilai rencana tersebut tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga menghancurkan ruang hidup dan mata pencaharian masyarakat lokal. Karenanya, warga menuntut agar DLH Jateng segera mencabut dokumen Amdal kedua perusahaan tambang.
Warga juga mendesak DLH Jateng dan pemerintah provinsi untuk mengevaluasi kembali perizinan tambang yang akan mengganggu keseimbangan alam di kawasan Gunung Sewu. Mereka menyatakan siap memperjuangkan hak atas tanah mereka yang kini terancam oleh proyek tambang batu besar.
Melalui aksi serbu DLH Jateng ini, mereka berharap suara masyarakat terdengar dan pembangunan yang merusak lingkungan dapat dihentikan.
Mereka berasal dari Desa Watangrejo, Suci, Gambirmanis, Joho, Petirsari, dan Sambiroto—enam desa yang langsung terdampak rencana operasi dua perusahaan besar: PT Anugerah Andalan Asia (AAA) dan PT Sewu Surya Sejati (SSS).
PT AAA berencana membangun pabrik semen berkapasitas 4,5 juta ton per tahun, sementara PT SSS akan menambang batu gamping hingga 4,2 juta ton per tahun.
Menurut perwakilan warga, Perment, lokasi pabrik dan tambang akan berdiri di atas lahan milik warga seluas 309,43 hektare.
Perment dikutip dari akun Instagram @wonogirikita mengatakan Ini bukan sekadar penggusuran, tapi juga ancaman terhadap ruang hidup kami.
Ia menyatakan bahwa pembangunan pabrik dan aktivitas pertambangan akan merusak keseimbangan lingkungan yang telah berlangsung selama ratusan tahun. Warga juga menyoroti potensi kerusakan yang lebih luas pada kawasan karst Gunung Sewu.
Mereka menilai aktivitas industri tersebut dapat menghancurkan ekosistem khas wilayah karst, mengancam keberadaan mata air, flora dan fauna endemik, serta sistem pertanian tradisional yang bergantung pada kondisi alam.
Warga dalam orasinya mengatakan Batu boleh diambil, tapi air, udara, dan tanah kami akan mati. Dalam tuntutannya, warga meminta DLH Jateng mencabut Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) kedua perusahaan.
Mereka juga mendesak Gubernur Jateng membatalkan perizinan yang sudah diterbitkan, serta meminta DPRD di tingkat kabupaten maupun provinsi untuk membuka ruang audiensi dan merevisi Perda Nomor 2 Tahun 2022 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Aksi ini menjadi sinyal kuat bahwa masyarakat lokal menolak dikorbankan atas nama investasi.
Mereka siap memperjuangkan tanah dan lingkungan mereka agar tetap lestari bagi generasi mendatang
Viva, Banyumas - Puluhan warga dari enam desa di Kecamatan Pracimantoro, Wonogiri, serbu DLH Jateng pada Senin, 2 Juni 2025. Mereka menyuarakan penolakan terhadap rencana pembangunan pabrik semen dan tambang batu gamping yang akan beroperasi di wilayah karst Gunung Sewu. Aksi ini muncul sebagai respons atas kekhawatiran masyarakat terhadap dampak lingkungan yang serius dan perampasan lahan milik mereka.
Menurut para warga, keberadaan pabrik dan tambang batu tersebut akan mengancam kelestarian ekosistem Gunung Sewu, termasuk sumber mata air, flora, fauna, dan tanah pertanian. Mereka menilai rencana tersebut tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga menghancurkan ruang hidup dan mata pencaharian masyarakat lokal. Karenanya, warga menuntut agar DLH Jateng segera mencabut dokumen Amdal kedua perusahaan tambang.
Warga juga mendesak DLH Jateng dan pemerintah provinsi untuk mengevaluasi kembali perizinan tambang yang akan mengganggu keseimbangan alam di kawasan Gunung Sewu. Mereka menyatakan siap memperjuangkan hak atas tanah mereka yang kini terancam oleh proyek tambang batu besar.
Melalui aksi serbu DLH Jateng ini, mereka berharap suara masyarakat terdengar dan pembangunan yang merusak lingkungan dapat dihentikan.
Mereka berasal dari Desa Watangrejo, Suci, Gambirmanis, Joho, Petirsari, dan Sambiroto—enam desa yang langsung terdampak rencana operasi dua perusahaan besar: PT Anugerah Andalan Asia (AAA) dan PT Sewu Surya Sejati (SSS).
PT AAA berencana membangun pabrik semen berkapasitas 4,5 juta ton per tahun, sementara PT SSS akan menambang batu gamping hingga 4,2 juta ton per tahun.
Menurut perwakilan warga, Perment, lokasi pabrik dan tambang akan berdiri di atas lahan milik warga seluas 309,43 hektare.
Perment dikutip dari akun Instagram @wonogirikita mengatakan Ini bukan sekadar penggusuran, tapi juga ancaman terhadap ruang hidup kami.
Ia menyatakan bahwa pembangunan pabrik dan aktivitas pertambangan akan merusak keseimbangan lingkungan yang telah berlangsung selama ratusan tahun. Warga juga menyoroti potensi kerusakan yang lebih luas pada kawasan karst Gunung Sewu.
Mereka menilai aktivitas industri tersebut dapat menghancurkan ekosistem khas wilayah karst, mengancam keberadaan mata air, flora dan fauna endemik, serta sistem pertanian tradisional yang bergantung pada kondisi alam.
Warga dalam orasinya mengatakan Batu boleh diambil, tapi air, udara, dan tanah kami akan mati. Dalam tuntutannya, warga meminta DLH Jateng mencabut Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) kedua perusahaan.
Mereka juga mendesak Gubernur Jateng membatalkan perizinan yang sudah diterbitkan, serta meminta DPRD di tingkat kabupaten maupun provinsi untuk membuka ruang audiensi dan merevisi Perda Nomor 2 Tahun 2022 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Aksi ini menjadi sinyal kuat bahwa masyarakat lokal menolak dikorbankan atas nama investasi.
Mereka siap memperjuangkan tanah dan lingkungan mereka agar tetap lestari bagi generasi mendatang