Baru April Inflasi, Mei Langsung Deflasi! Ada Apa dengan Ekonomi Wonogiri?
- instagram @pemkabwonogiri
Viva, Banyumas - Pada April 2025, perekonomian Wonogiri mencatat angka inflasi yang cukup signifikan, mencapai 1,50 persen month to month. Kondisi ini menunjukkan adanya tekanan harga yang meningkat di berbagai sektor. Namun, hanya sebulan kemudian, tepatnya pada Mei, situasi ekonomi berubah drastis ketika terjadi deflasi sebesar 0,54 persen. April inflasi, Mei deflasi, membuat banyak pihak bertanya-tanya, ada apa dengan kondisi ekonomi Wonogiri yang berubah begitu cepat.
Perubahan dari April inflasi ke Mei deflasi ini menjadi sorotan utama para pengamat dan masyarakat Wonogiri. Deflasi yang terjadi pada Mei 2025 disebabkan oleh turunnya harga sejumlah komoditas penting, namun juga ada beberapa faktor yang menahan penurunan harga tersebut. Kondisi ini menunjukkan bahwa ekonomi Wonogiri saat ini sedang berada dalam fase yang fluktuatif dan sensitif. Dengan situasi seperti ini, banyak yang bertanya, ada apa sebenarnya yang sedang terjadi di balik pergerakan harga tersebut.
Menyikapi fenomena ini, pemerintah daerah terus memantau perkembangan ekonomi Wonogiri agar bisa mengambil langkah tepat. Dari April inflasi ke Mei deflasi, perubahan ini memang menimbulkan tanda tanya besar: ada apa dengan dinamika harga dan daya beli masyarakat? Pemerintah pun merancang berbagai program agar deflasi tidak berlanjut menjadi masalah yang lebih serius, demi menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi di Wonogiri.
Dikutip dari akun Instagram @wonogirikita, Data tersebut disampaikan dalam forum High Level Meeting Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) yang berlangsung di Ruang Kahyangan, Setda Wonogiri, Selasa (3/6/2025).
Penurunan indeks harga ini terutama disebabkan oleh turunnya harga sejumlah komoditas kebutuhan masyarakat.
Beberapa di antaranya adalah kacang panjang, tomat, sepeda motor, buncis, dan telur ayam ras.
Meski demikian, laju deflasi sebenarnya tertahan oleh kenaikan harga beberapa komoditas lain seperti bawang merah, cabai rawit, bawang putih, angkutan antarkota, dan beras. Artinya, situasi harga masih cukup dinamis dan belum sepenuhnya stabil.
Bupati Wonogiri, Setyo Sukarno, menanggapi fenomena ini dengan hati-hati. Menurutnya, deflasi memang menunjukkan harga-harga menurun, namun juga bisa menjadi sinyal menurunnya daya beli masyarakat.
Selama Januari hingga Mei 2025, kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau menjadi penyumbang terbesar dalam pergerakan inflasi maupun deflasi di wilayah tersebut.
Ini mengindikasikan bahwa harga bahan pokok dan konsumsi rumah tangga sangat memengaruhi kondisi ekonomi lokal.
Sebagai respons atas situasi ini, Pemerintah Kabupaten Wonogiri menyiapkan sejumlah langkah strategis.
Salah satunya adalah program pembuatan 1.000 sumur pantek guna mendukung pertanian. Dengan meningkatnya produksi pertanian, diharapkan pendapatan petani bisa naik dan daya beli masyarakat kembali menguat.
Tak hanya itu, pemerintah daerah juga membuka lebar peluang investasi, seperti pembangunan pabrik sepatu, pabrik boneka, dan pengembangan wisata.
Harapannya, lapangan kerja bertambah dan perputaran ekonomi lokal meningkat. Perubahan cepat dari inflasi ke deflasi ini menunjukkan bahwa ekonomi Wonogiri sedang berada dalam fase yang sangat sensitif.
Pemerintah dituntut untuk sigap dan adaptif dalam menjaga keseimbangan ekonomi masyarakat
Viva, Banyumas - Pada April 2025, perekonomian Wonogiri mencatat angka inflasi yang cukup signifikan, mencapai 1,50 persen month to month. Kondisi ini menunjukkan adanya tekanan harga yang meningkat di berbagai sektor. Namun, hanya sebulan kemudian, tepatnya pada Mei, situasi ekonomi berubah drastis ketika terjadi deflasi sebesar 0,54 persen. April inflasi, Mei deflasi, membuat banyak pihak bertanya-tanya, ada apa dengan kondisi ekonomi Wonogiri yang berubah begitu cepat.
Perubahan dari April inflasi ke Mei deflasi ini menjadi sorotan utama para pengamat dan masyarakat Wonogiri. Deflasi yang terjadi pada Mei 2025 disebabkan oleh turunnya harga sejumlah komoditas penting, namun juga ada beberapa faktor yang menahan penurunan harga tersebut. Kondisi ini menunjukkan bahwa ekonomi Wonogiri saat ini sedang berada dalam fase yang fluktuatif dan sensitif. Dengan situasi seperti ini, banyak yang bertanya, ada apa sebenarnya yang sedang terjadi di balik pergerakan harga tersebut.
Menyikapi fenomena ini, pemerintah daerah terus memantau perkembangan ekonomi Wonogiri agar bisa mengambil langkah tepat. Dari April inflasi ke Mei deflasi, perubahan ini memang menimbulkan tanda tanya besar: ada apa dengan dinamika harga dan daya beli masyarakat? Pemerintah pun merancang berbagai program agar deflasi tidak berlanjut menjadi masalah yang lebih serius, demi menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi di Wonogiri.
Dikutip dari akun Instagram @wonogirikita, Data tersebut disampaikan dalam forum High Level Meeting Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) yang berlangsung di Ruang Kahyangan, Setda Wonogiri, Selasa (3/6/2025).
Penurunan indeks harga ini terutama disebabkan oleh turunnya harga sejumlah komoditas kebutuhan masyarakat.
Beberapa di antaranya adalah kacang panjang, tomat, sepeda motor, buncis, dan telur ayam ras.
Meski demikian, laju deflasi sebenarnya tertahan oleh kenaikan harga beberapa komoditas lain seperti bawang merah, cabai rawit, bawang putih, angkutan antarkota, dan beras. Artinya, situasi harga masih cukup dinamis dan belum sepenuhnya stabil.
Bupati Wonogiri, Setyo Sukarno, menanggapi fenomena ini dengan hati-hati. Menurutnya, deflasi memang menunjukkan harga-harga menurun, namun juga bisa menjadi sinyal menurunnya daya beli masyarakat.
Selama Januari hingga Mei 2025, kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau menjadi penyumbang terbesar dalam pergerakan inflasi maupun deflasi di wilayah tersebut.
Ini mengindikasikan bahwa harga bahan pokok dan konsumsi rumah tangga sangat memengaruhi kondisi ekonomi lokal.
Sebagai respons atas situasi ini, Pemerintah Kabupaten Wonogiri menyiapkan sejumlah langkah strategis.
Salah satunya adalah program pembuatan 1.000 sumur pantek guna mendukung pertanian. Dengan meningkatnya produksi pertanian, diharapkan pendapatan petani bisa naik dan daya beli masyarakat kembali menguat.
Tak hanya itu, pemerintah daerah juga membuka lebar peluang investasi, seperti pembangunan pabrik sepatu, pabrik boneka, dan pengembangan wisata.
Harapannya, lapangan kerja bertambah dan perputaran ekonomi lokal meningkat. Perubahan cepat dari inflasi ke deflasi ini menunjukkan bahwa ekonomi Wonogiri sedang berada dalam fase yang sangat sensitif.
Pemerintah dituntut untuk sigap dan adaptif dalam menjaga keseimbangan ekonomi masyarakat