Dugaan Korupsi Proyek Laptop Chromebook Sebesar Rp10 Triliun era Nadiem Makarim Diselidiki Kejagung

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar
Sumber :
  • Antara

VIVA, Banyumas – Kejaksaan Agung (Kejagung) saat ini tengah mengusut dugaan korupsi dalam proyek pengadaan laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang berlangsung dari tahun 2019 hingga 2023.

Penyelidikan ini mencuat setelah muncul indikasi penyimpangan dalam program digitalisasi pendidikan yang digagas pada masa kepemimpinan Menteri Nadiem Makarim.

Program ini awalnya dimaksudkan untuk mendorong transformasi digital di lingkungan sekolah melalui distribusi perangkat teknologi.

Namun, aparat penegak hukum menduga adanya campur tangan kepentingan tertentu dalam pelaksanaannya.

Dugaan tersebut kini menjadi perhatian publik, terlebih karena menyangkut alokasi anggaran negara dalam jumlah sangat besar.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) sedang mendalami adanya kemungkinan manipulasi dalam kajian teknis pengadaan.

Modus yang dicurigai adalah pengondisian teknis agar pengadaan diarahkan secara spesifik ke satu sistem operasi, yakni Chromebook.

“Supaya diarahkan pada penggunaan laptop yang berbasis pada operating system (sistem operasi) Chrome,” kata Harli dikutip dari tvOneNews.com pada Senin (26/5/2025).

Lebih lanjut, Harli mengungkapkan bahwa keputusan menggunakan Chromebook diduga tidak mencerminkan kebutuhan riil di lapangan.

Sebab, pada tahun 2019, Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan (Pustekkom) Kemendikbudristek telah melakukan uji coba terhadap 1.000 unit Chromebook, dan hasilnya dinilai belum sesuai untuk mendukung proses belajar mengajar secara optimal.

“Kenapa tidak efektif? Karena kita tahu bahwa itu berbasis internet, sementara di Indonesia internetnya itu belum semua sama,” imbuhnya.

Menariknya, berdasarkan evaluasi uji coba tersebut, tim teknis awalnya menyarankan penggunaan laptop dengan sistem operasi Windows.

Namun, rekomendasi tersebut justru diubah melalui kajian baru yang diduga diarahkan ke pilihan sistem operasi Chrome, yang dinilai kurang sesuai dengan infrastruktur internet di banyak daerah di Indonesia.

Dari segi pembiayaan, proyek ini menelan anggaran fantastis yang mencapai hampir Rp10 triliun, tepatnya Rp9,981 triliun.

Dana tersebut terdiri dari Rp3,582 triliun yang bersumber dari Dana Satuan Pendidikan (DSP) dan sekitar Rp6,399 triliun dari Dana Alokasi Khusus (DAK).

Menindaklanjuti temuan awal, Kejagung resmi menaikkan status kasus ini dari tahap penyelidikan ke penyidikan pada 20 Mei 2025.

Langkah ini menunjukkan bahwa Kejagung telah menemukan bukti awal yang cukup untuk mendalami kasus dugaan korupsi dalam pengadaan laptop tersebut.

Jika terbukti adanya praktik kecurangan dan penyalahgunaan kewenangan, maka kasus ini dapat menjadi salah satu skandal besar dalam sektor pendidikan Indonesia.

Padahal, sektor ini sejatinya menjadi fondasi utama dalam pembangunan bangsa dan seharusnya terbebas dari kepentingan yang merugikan publik

VIVA, Banyumas – Kejaksaan Agung (Kejagung) saat ini tengah mengusut dugaan korupsi dalam proyek pengadaan laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang berlangsung dari tahun 2019 hingga 2023.

Penyelidikan ini mencuat setelah muncul indikasi penyimpangan dalam program digitalisasi pendidikan yang digagas pada masa kepemimpinan Menteri Nadiem Makarim.

Program ini awalnya dimaksudkan untuk mendorong transformasi digital di lingkungan sekolah melalui distribusi perangkat teknologi.

Namun, aparat penegak hukum menduga adanya campur tangan kepentingan tertentu dalam pelaksanaannya.

Dugaan tersebut kini menjadi perhatian publik, terlebih karena menyangkut alokasi anggaran negara dalam jumlah sangat besar.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) sedang mendalami adanya kemungkinan manipulasi dalam kajian teknis pengadaan.

Modus yang dicurigai adalah pengondisian teknis agar pengadaan diarahkan secara spesifik ke satu sistem operasi, yakni Chromebook.

“Supaya diarahkan pada penggunaan laptop yang berbasis pada operating system (sistem operasi) Chrome,” kata Harli dikutip dari tvOneNews.com pada Senin (26/5/2025).

Lebih lanjut, Harli mengungkapkan bahwa keputusan menggunakan Chromebook diduga tidak mencerminkan kebutuhan riil di lapangan.

Sebab, pada tahun 2019, Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan (Pustekkom) Kemendikbudristek telah melakukan uji coba terhadap 1.000 unit Chromebook, dan hasilnya dinilai belum sesuai untuk mendukung proses belajar mengajar secara optimal.

“Kenapa tidak efektif? Karena kita tahu bahwa itu berbasis internet, sementara di Indonesia internetnya itu belum semua sama,” imbuhnya.

Menariknya, berdasarkan evaluasi uji coba tersebut, tim teknis awalnya menyarankan penggunaan laptop dengan sistem operasi Windows.

Namun, rekomendasi tersebut justru diubah melalui kajian baru yang diduga diarahkan ke pilihan sistem operasi Chrome, yang dinilai kurang sesuai dengan infrastruktur internet di banyak daerah di Indonesia.

Dari segi pembiayaan, proyek ini menelan anggaran fantastis yang mencapai hampir Rp10 triliun, tepatnya Rp9,981 triliun.

Dana tersebut terdiri dari Rp3,582 triliun yang bersumber dari Dana Satuan Pendidikan (DSP) dan sekitar Rp6,399 triliun dari Dana Alokasi Khusus (DAK).

Menindaklanjuti temuan awal, Kejagung resmi menaikkan status kasus ini dari tahap penyelidikan ke penyidikan pada 20 Mei 2025.

Langkah ini menunjukkan bahwa Kejagung telah menemukan bukti awal yang cukup untuk mendalami kasus dugaan korupsi dalam pengadaan laptop tersebut.

Jika terbukti adanya praktik kecurangan dan penyalahgunaan kewenangan, maka kasus ini dapat menjadi salah satu skandal besar dalam sektor pendidikan Indonesia.

Padahal, sektor ini sejatinya menjadi fondasi utama dalam pembangunan bangsa dan seharusnya terbebas dari kepentingan yang merugikan publik